Saat ini, fenomena korupsi politik tidak hanya terjadi di level elit pusat, tetapi hal yang sama terjadi di elit daerah.
Praktik korupsi yang melibatkan negara dan korporasi secara sistematik berakar dalam politik otonomi daerah yang dikendalikan oleh kleoptokrasi politik partai, terutama di wilayah-wilayah eksploitasi sumber daya alam.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Respublica Political Institute (RPI), Benny Sabdo, dalam keterangan beberapa saat lalu (Minggu, 10/1)
"Modus pengaturan jaringan korupsi ini oleh elit lokal, mereka terhubung secara struktural ke pusat bukan melalui birokrasi maupun korporasi, tetapi melalui infrastruktur partai," kata Benny Sabdo.
Ia menandaskan partai politik sesungguhnya telah menjadi agen penyalur korupsi melalui transaksi pasar gelap kekuasaan yang mengatur keuntungan bersama antar partai. Meski betabrakan secara ideologis, mereka tetap bergandengan rekening dalam mengatur tukar tambah suara dari satu pilkada ke pilkada berikutnya.
Benny menambahkan, pasar gelap kekuasaan dalam banyak transaksi pilkada adalah selera paling banal dalam ambisi korupsi politik saat ini. Pada sisi lain, ada situasi paradoksal di kalangan masyarakat bawah, seperti spanduk yang membentang di gerbang sebuah desa: "Pilkada adalah Perang Uang. Kami Menerima Serangan Fajar." [rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA