Kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di bawah kepengurusan Djan Faridz adalah satu-satunya yang sah.
Hal ini didasarkan kepada dua putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap, yakni putusan kasasi PTUN Nomor 504 yang isinya antara lain menyatakan secara tegas telah mencabut susunan kepengurusan PPP kubu M. Romahurmuziy hasil Muktamar Surabaya.
Dan untuk perkara perselisihan internal PPP sendiri pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah diputus juga oleh MA melalui Putusan Nomor 601 yang isinya antara lain menyatakan bahwa kepengurusan DPP PPP yang sah adalah susunan kepengurusan hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umumnya H.Djan Faridz dan Sekretaris Jenderal H.Dimyati Natakusumah.
Demikian ditegaskan Wakil Ketua Umum PPP yang juga kuasa hukum, Humphrey Djemat menanggapi manuver yang terus dilakukan kubu M. Romahurmuziy pasca dicabutnya SK Muktamar Surabaya oleh Kementerian Hukum dan HAM.
"Alhamdulillah satu tahap sudah terlewati, SK Muktamar Surabaya dicabut Kemenkumham, sekarang lagi menunggu legalisasi SK Muktamar Jakarta yang secara legalitas hukum menang dan tidak ada alasan Menkumham menunda-nunda," katanya.
Humphrey sangat menyesalkan pendapat beberapa pihak yang menyarankan agar Muktamar PPP kembali ke Bandung.
"Kalau ada yang mengatakan muktamar PPP kembali ke Bandung, saya tanya, dasar hukumnya apa? sudah ada putusan kasasi yang menyatakan Muktamar Jakarta adalah kepengurusan PPP yang sah kok masih mau dibawa kemana-mana!" tambahnya.
Humphrey menjelaskan, hakim telah menolak gugatan penggugat Wakil Kamal yang memohonkan agar PPP kembali ke Muktamar Bandung. Dasar pertimbangan hakim menolak kembali ke Muktamar Bandung atau diadakan muktamar luar biasa karena sudah tidak relevan lagi.
"Dengan demikian bila kembali ke Muktamah Bandung atau muktamar luar biasa atau muktamar islah atau muktamar apalah namanya selain muktamar Jakarta maka itu sama dengan melakukan perbuatan melawan hukum," katanya menekankan.
Humphrey pun mengimbau semua pihak baik kubu Romy juga Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly untuk mematuhi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht sebagaimana sebuah UU karena putusan hakim itu merupakan salah satu sumber hukum.
"Ikuti saja ke dua putusan dari lembaga peradilan hukum tertinggi yang berkekuatan hukum tetap tadi. Tidak usah bicara ngarol kidul. Kalau tidak mengerti hukum jangan berbicara tentang hukum malah bikin kacau hukum dinegara ini saja! kalaupun belajar hukum tapi nggak paham juga berati gagal paham hukum, silakan belajar hukum lagi yang benar agar hukum tidak salah diartikan terus" ujar Humphrey geram.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA