Pertikaian antara dua negara Timur Tengah, Saudi Arabia vs Iran makin memanas, pasca pemerintah Arab Saudi mengeksekusi ulama Syiah. Untuk memadamkan perseteruan itu, Kiai Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Muzadi mendukung Indonesia turut mendamaikan. Namun pemerintah juga harus membentengi diri supaya ring pertarungan Timur Tengah tidak berpindah ke negeri kita. Bekas Ketua Umum PBNU ini khawatir konflik dua negara yang dilatarbelakangi ideologi itu bakal merembet ke Indonesia. Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Hasyim Muzadi;
Konflik Arab Saudi vs Iran makin memanas, Anda menilai apakah perlu Indonesia menjadi turun tangan menjadi penengah?
Sangat baik kalau Pemerintah Indonesia ikut berusaha mendorong perdamaian Saudi-Iran. Karena sesuai preambul UUD 45 perihal ikut menyelenggarakan perdamaian dunia. Namun yang lebih pokok adalah perlunya Indonesia mengatur langkah konkret guna mengamankan Indonesia sendiri dari kemungkinan dampak pertikaian itu.
Apa perlu sampai sedemikian langkah yang mesti kita ambil?
Oh iya. Saudi dan Iran adalah dua kutub ideologi yakni Wahabi atau Sunni dengan Syiah. Masalahnya, masing-masing kutub punya pendukung transnasional. Negara seperti Sudan, Kuwait, Malaysia dan Brunei Darussalam dipastikan segera mendukung Saudi karena negara-negara tersebut melarang Syiah di negara mereka. Sedangkan Irak, Syria, Libanon, dan Yaman Utara kemungkinan mendukung Iran.
Kalau Indonesia, menurut Anda?
Di Indonesia, dua aliran yang musuh bebuyutan ini, massif sekali aktivis dan jaringannya. Sehingga yang diperlukan adalah menjaga bagaimana supaya Indonesia tidak menjadi ring pertempuran dua kepentingan ini.
Apakah seberbahaya itu?
Selama pertentangan ideologi itu masih dalam kerangka wacana, akibatnya akan terbatas pada pertentangan psycho sosial. Namun apabila kemudian bersentuhan dengan politik, perebutan kekuasaan, apalagi menjadi bagian dari pertentangan global dan campur tangan negara-negara super power, eskalasinya bisa jadi lain.
Akibatnya?
Masalah ideologi visioner Islam itu akan tenggelam berganti dengan kepentingan politik, hegemoni ekonomi , kepentingan-kepentingan kawasan dan sejenisnya. Jadi perlu diperhatikan, ini tidak lagi bisa disebut semata masalah ideologi.
Yang paling parah misalnya?
Perang terbuka bisa terjadi di Indonesia seperti di Iraq dan Syria pada waktu yang akan datang, kalau kita tidak waspada.
Apa mungkin sampai sedemikian ngeri?
Kerapuhan ketahanan nasional kita baik intern maupun menghadapi serangan dari luar. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia yang melebihi ukuran, liberalisasi politik dan ekonomi serta budaya kegaduhan sesama pembesar. Semuanya itu tentu melengkapi kerawanan yang bisa terjadi.
Apa solusinya?
Oleh karenanya Indonesia harus memperkuat ideologi Pancasila yang sekarang mulai remang-remang. Penegakan Pancasila tidak cukup dengan imbauan, namun harus dengan sistem kenegaraan yang menjamin tegaknya Pancasila. Serta perlu dukungan rakyat melalui visi keagamaan yang sinergi dengan Pancasila dan dianut mayoritas bangsa Indonesia yakni ahlusunah waljamaah.
Bagaimana dengan peranorganisasi masyarakat (Ormas)?
Peran dua organisasi besar Indonesia yang berbasis Ahlussunahwaljamah yang selama ini dianut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dan lainnya telah terbukti dapat mempersatukan Indonesia sepanjang sejarah. Oleh karenanya NU dan Muhammadiyah harus dijaga agar tidak disusupi dan digerogoti ideologi non ahlussuna wal jamaah yang pasti memecah belah dan pada gilirannya akan merusak NKRI.
Jadi tidak perlu nih ikut campur lebih dalam konflik Saudi-Iran?
Untuk pertikaian Saudi-Iran, secara makro saya kira yang bisa menyelesaikan adalah dua negara adidaya, yakni Amerika dan Rusia. Hanya dalam konteks keanggotaan PBB, ya tentu kita ikut mendorong. Namun selebihnya, yang paling penting adalah kita perkuat dan membentengi Indonesia.***
KOMENTAR ANDA