post image
KOMENTAR
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sepanjang tahun 2015 telah terjadi 252 insiden konflik agraria, dengan luas wilayah konflik mencapai 400 hingga 430 hektar yang melibatkan sedikitnya 108,714 kepala keluarga.

Sekjen KPA Iwan Nurdin menjelaskan, konfik agraria paling banyak terjadi di sektor perkebunan yakni sebanyak 127 konflik atau 50 persen. Sementara sektor pembangunan infrastruktur di posisi kedua dengan 70 konflik atau 28 persen.

"Tahun 2014, sektor pembangunan infrastruktur menjadi penyebab tertinggi konflik agraria. Pada tahun 2015 konflik agraria paling banyak terjadi di sektor perkebunan," ungkapnya dalam catatan akhir tahun 2015 bertema 'Reforma Agraria dan Penyelesaian Konflik Agraria Disandera Birokrasi' di resto Warung Daun, Cikini, Jakarta (Selasa, 5/1).

Lebih lanjut, Iwan megatakan meningkatnya kecenderungan konflik agraria di sektor perkebunan menunjukkan bahwa perluasan lahan dan operasi perkebunan skala besar di Indonesia semakin meluas.

Masifnya ekspansi perusahaan perkebunan dikarenakan kebijakan pemerintah yang terlalu berpihak kepada perusahaan perkebunan. Mulai dari memberikan kemudahan dalam berinvestasi, kebijakan pembangunan perkebunan serta minimnya pengawasan dan pemberian sanksi perusahaan perkebunan

"Salah satu komoditas yang patut menjadi perhatian kita dalam melihat krisis agraria Indonesia saat ini adalah kelapa sawit. Dalam lima hingga 10 tahun ke depan komoditas ini akan terus menimbulkan krisis agraria yang semakin parah," pungkas Iwan.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel