post image
KOMENTAR
Silang pendapat antara Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Kepala BIN Sutiyoso terkait rencana pemberian amnesti kepada kelompok separatis di Aceh, Din Minimi pasca berhasil dibujuk turun gunung sebenarnya bukan masalah yang mendasar.

Pengamat politik dari Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo mengatakan, perbedaan pendapat antara Kapolri dan kepala intel itu masih dalam batas kewajaran.

"Dalam hal ini Kapolri benar bahwa memang Kepala BIN tidak memiliki wewenang memberikan amnesti, karena wewenang itu ada di Presiden. Tetapi Bang Yos juga tidak bisa disalahkan, kalau dalam nego-nego itu disinggung soal amnesti," terang dia dalam perbincangan dengan redaksi, Kamis (31/12).

"Kalaupun Bang Yos menyinggung soal amnesti, itu pasti dalam kerangka menawarkan sesuatu agar bujukannya ini berhasil. Itu sah saja karena Bang Yos sebagai pembantu Presiden melaksanakan apa yang menjadi keinginan Presiden agar konflik  ditangani tanpa ada kekerasan. Tidak mungkin orang itu akan terbujuk kalau tidak ada tawaran-tawaran yang menguntungkan dirinya," sambung dia menduga.

Saran Karyono, saat ini Sutiyoso wajib untuk meyakinkan Presiden Jokowi agar bisa memberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi. "Bang Yos dan timnya harus memberikan data-data akurat bahwa kelompok Din Minimi ini sudah bertobat, sudah mau kembali ke jalan yang benar, tidak mengulangi perbuatannya dan akan mengajak serta anggota lainnya yang masih di hutan. Saya kira Bang Yos memiliki kapasitas untuk melakukan itu,” tambahnya.

Terlepas dari itu, Karyono menilai bahwa paradigma BIN di bawah komando Sutiyoso sudah berubah jauh. "Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, ini patut diapresiasi. Saya lihat Bang Yos dan BIN ingin merubah paradigma yang selama ini digunakan untuk menyelesaikan konflik dari security approch atau pendekatan keamanan yang represif menjadi pendekatan dialogis  dengan merangkul kelompok atau tokoh yang dianggap memiliki konflik dengan pemerintah," ujar Karyono Wibowo.

Kelebihan penyelesaian masalah dengan pendekatan dialogis ini, lanjut Karyono, selain meniadakan jumlah korban jiwa, juga dianggap lebih manusiawi dan beradab.

"Siapa tahu dengan pendekatan kemanusiaan seperti ini, akan menyentuh anggota lain untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Berbeda dengan pendekatan represif yang akan menimbulkan korban jiwa dan balas dendam berkepanjangan," tambahnya.

"Penyelesaian masalah dengan model ini dapat diterapkan untuk menyelesaikan konflik separatis di Papua, atau bahkan dengan kelompok radikal atau teroris. Walau begitu harus ada kajian dan tahap-tahap yang dilalui sebelum BIN menentukan kebijakan untuk melakukan dialog dengan kelompok ini," ujarnya lagi.

Walau begitu Karyono tetap mewanti-wanti Sutiyoso bahwa masih ada sisi negatif dari pendekatan dialogis.

"BIN harus hati-hati, jangan sampai upaya dialogis justru akan dimanfaatkan oleh kelompok radikal, separatis dan teroris yang mengancam keamanan negara, melihat bahwa BIN ini lemah. Ini bisa berbahaya. Sebagai alat negara, BIN  tidak boleh lemah dan lengah. Ketika BIN lemah dan lengah, ini akan menjadi ancaman bagi keamanan negara," demikian Karyono.[rgu/rmol]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa