post image
KOMENTAR
Setiap tanggal 22 Desember, Indonesia memperingati Hari Ibu. Hari Ibu adalah sebuah peringatan untuk menunjukkan penghormatan paling tinggi kita kepada kaum ibu atau perempuan. Karena demikian spesialnya kedudukan seorang ibu dibanding yang lain, maka tidak ditemui Hari Ayah. Ibu adalah poros utama dalam siklus kehidupan dan peradaban manusia.

Demikian disampaikan Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto Wiyogo di Jakarta, Selasa (22/12).

Menurutnya, momentum Hari Ibu harus dijadikan untuk merevitalisasi pemahaman terhadap peringatan Hari Ibu yang selama ini terasa terlalu dangkal makna dan sekedar rutinitas tahunan. Sudah saatnya peringatan Hari Ibu bukan lagi sekedar mencium pipi ibu, mengajak makan bersama, memeluk, memberi bunga atau membelikan pakaian baru.

Apalagi dewasa ini banyak kasus terjadi yang menimpa kaum perempuan seperti; pelecehan, pemelehan akses dan partisipasi, pelemahan ekonomi perempuan, bahkan masih juga sering terjadi kekerasan TKW, serta kekerasan berbasis budaya.

"Dengan demikian, peringatan Hari Ibu harus kita jadikan sebagai ruang penyadaran bagi kita semua bahwa perlakuan buruk terhadap kaum ibu dan perempuan adalah penghinaan terhadap eksistensi manusia," sebut Giwo.

Jelas dia, revitalisasi ini penting dan harus mulai dikampanyekan, terutama kepada kaum laki-laki, karena ibu atau perempuan adalah muara asal usul manusia. Ibu atau perempuan secara kodrati ditakdirkan sebagai makhluk yang melahirkan generasi manusia, generasi penerus keluarga dan bangsa. Rahim yang dimiliki oleh kaum ibu atau perempuan adalah "cetakan" manusia yang tidak ada duanya atau duplikasinya. Tidak ada satupun manusia di dunia, siapapun dia dan apapun pangkatnya, yang lahir tanpa melalui rahim seorang ibu.

Oleh karena itu, kata Giwo, Kowani mengajak seluruh eleman bangsa harus menjadi Hari Ibu sebagai momentum gerakan bersama meningkatkan kualitas dan pencegahan kekerasan terhadap kaum perempuan di berbagai bidang kehidupan.

Pemerintah perlu menfasilitasi dan memberikan akses seluas-luasnya untuk kaum perempuan dalam peningkatan kualitas perempuan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial-politik sebagai pilar dasar untuk kemajuan Indonesia yang ramah perempuan dan anak. Mengarusutamakan pendidikan karakter kepada seluruh elemen bangsa sebagai fondasi membangun Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya dan berdaya saing.

Legislatif perlu mengambil peran memaksimalkan perlindungan perempuan termasuk maraknya kasus kejahatan seksual terhadap perempuan yang hingga kini masih menjadi masalah serius.

Pemerintah daerah juga perlu melakukan langkah segera menginisiasi kebijakan pemberdayaan keluarga agar menghasilkan bibit generasi unggul dan visioner di masa yang akan datang.

Sementara perguruan tinggi agar terus memberikan masukan yang solutif bagi pemberdayaan dan perlindungan kaum perempuan, termasuk bagaimana mensolusi masalah TKW dan perkerja informal rumah tangga yang seringkali melemahkan kaum perempuan.

"Seluruh elemen civil society perlu meningkatkan advokasi kepada penyelenggara negara, pengerah tenaga kerja, lembaga bisnis dan seluruh elemen masyarakat dalam perlindungan tenaga kerja perempuan. Serta mendorong terwujudnya desa/kelurahan ramah perempuan di seluruh Indonesia. Dan terakhir meningkatkan peran aktif perempuan untuk menekan angka kematian ibu melahirkan dan bayi," demikian Giwo.[rgu/rmol]

FOSAD Nilai Sejumlah Buku Kurikulum Sastra Tak pantas Dibaca Siswa Sekolah

Sebelumnya

Cagar Budaya Berupa Bangunan Jadi Andalan Pariwisata Kota Medan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Budaya