Pengacara senior, Yusril Ihza Mahendra, menyanggupi permintaan Direktur Utama Pelindo II, RJ Lino, untuk menjadi pengacaranya dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Quay Container Crane (QCC) tahun 2010 yang ditangani KPK.
"Kini Pak Lino yang diumumkan KPK menjadi tersangka dan kami ihza-ihza law firm diminta beliau untuk menangani perkara tersebut. Kami telah menyatakan bahwa kami menyanggupinya," kata Yusril dalam pernyataan pers, Sabtu (19/12).
Sebelumnya, Yusril menjelaskan bahwa beberapa waktu lalu RJ Lino juga datang dengan stafnya ke kantor hukum milik Yusril. Lino memintanya menangani perkara salah satu direktur Pelindo II yang telah dinyatakan tersangka oleh Bareskrim Polri. Yusril pun sudah menyanggupinya dengan menyiapkan tim yang diketuai Dr. Bagindo Fachmi, SH, MH.
Yusril menyatakan alasannya bersedia menangani kasus Lino secara panjang lebar. Penjelasannya terbagi dalam empat bagian, yang diberi judul "Pertanyaan Media mengenai Pak RJ Lino".
Yusril mengatakan pihaknya berkeyakinan bahwa tugas sebagai advokat adalah lebih kurang sama dengan polisi, jaksa, hakim dan KPK. Negara, dalam hal ini diwakili KPK, berwenang menyatakan salah seorang warganya sebaga tersangka pelaku tindak pidana dan jika cukup bukti berwenang pula menuntutnya ke pengadilan.
"Dalam proses seperti itu kedudukan negara dan warganya adalah seimbang. Ini adalah inti dari doktrin negara hukum. Aparatur negara wajib menegakkan hukum dengan benar dan adil (due process of law) tidak boleh sembarangan apalagi sewenang-wenang," katanya.
"Kami sebagai advokat berkewajiban mengawal semua proses itu agar hak tersangka tetap terjamin dan kewenangan negara dijalankan oleh aparatnya secara adil dan proporsional," lanjut Yusil.
Dalam menggunakan landasan hukum dan pengumpulan alat bukti, lanjut Yusril, advokat akan bersikap kritis apakah landasan dan argumentasi hukum yang digunakan aparat tepat dan apakah alat bukti cukup dan relevan dengan perkara atau tidak. Semua ini bermuara pada satu tujuan yakni penegakan hukum yang benar dan adil dan agar prosesnya berjalan benar dan adil sehingga hukum tegak dengan seadil-adilnya.
Yusril melanjutkan, kebenaran materil adalah mutlak harus dicapai dalam hukum pidana. Tidak boleh hanya asumsi, apalagi asumsi dibangun oleh politisi dan orang awam melalui media massa. Karena ini menyangkut hak dan kebebasan warganegara, maka apabila tersangka atau terdakwa terbukti bersalah, maka jatuhkan hukuman dengan adil.
"Tapi kalau tidak terbukti, aparatur negara jangan memaksakan diri menghukum orang tidak bersalah. Dia wajib dibebaskan dengan keadilan dan negara wajib memulihkan nama baiknya di tengah masyarakat. Itu prinsip saya dalam melakukan penanganan perkara. Saya tidak akan lari dari prinsip ini," terang Yusril.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA