Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang layanan transportasi berbasis aplikasi Internet seperti Uber Taksi, Go-Jek, Go-Box, Grab Taksi, Grab Car, Blu-Jek serta Lady-Jek dan sejenisnya. Pusat Kajian Trisakti (Pusaka Trisakti), yang merupakan lembaga kajian penyokong kebijakan Jokowi-JK, mengkritisi keputusan tersebut.
"Inikah hadiah Natal dan Tahun Baru dari Jonan untuk publik dan pengusaha kreatif ? Saya pikir perlu Presiden ditanyakan langsung ke masyarakat apa yang diinginkan publik. Kebijakan melarang GoJek dan sejenisnya atau kebijakan melarang Jonan jadi Menhub," kata Ketua Pusaka Trisakti Fahmi Habsee, di Jakarta, pagi ini (Jumat, 18/12).
Menurut Fahmi, birokrasi Kemenhub sangat menyedihkan. Di saat publik antusias dengan semangat Presiden Jokowi mendorong kemudahan investasi dan mendorong semangat enterpreuner dan kreatifitas untuk memudahkan publik dan meningkatkan roda ekonomi, namun semangat tersebut malah ditumpulkan oleh birokrasi sendiri yang tidak bisa move on dari berpikir konservatif.
Politisi muda PDI Perjuangan yang terlibat "perang puisi" dengan Fadli Zon saat Pilpres 2014 lalu ini mengungkapkan bahwa teknologi itu dibuat untuk mempermudah kehidupan manusia, apalagi alasan Kemenhub yang dibuat soal gesekan persaingan pendapatan. Dan jika menyangkut efisiensi sebaiknya diserahkan pada kreativitas pengusaha moda transportasi masing-masing.
"Biarlah publik punya banyak pilihan, tapi kan masyarakat yang diuntungkan. Efek multiplier dari keberadaan Gojek dan sejenisnya luar biasa. Mulai transaksi industri restaurant jadi lebih meningkat karena publik bisa menikmati kuliner bermacam-macam juga industri toko retail dan lain-lain, selain soal penyerapan angkatan kerja," kata salah satu deklarator Projo tahun 2013 ini.
"Kita awalnya bahagia ketika Jokowi ajak pengusaha startup kunjungan ke Amerika untuk memotivasi inovator lainnya. Saya hanya minta Kemenhub jangan bikin publik benci Jokowi karena ketidakmampuan birokrasinya sejalan dengan semangat presiden. Kalo soal regulasi pro publik yach pikirkan dong pakai otak," sambungnya.
Kemenhub melarang Layanan transportasi tersebut saat ini sudah ada di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan kota-kota besar lainnya. Kemenhub menyebut jumlah driver sudah mencapai 20.000.
"Ojek tidak hanya menyediakan jasa transportasi antar orang namun juga pengiriman paket, dan pemesanan makanan. Kemudahan pemesanan dan murahnya tarif pada masa promo sekitar 35 persen dari angkutan umum, ini bisa menimbulkan gesekan dengan moda transportasi lain," tulis Ditjen Hubdar Djoko Saksono dalam rilisnya.
Kemudian disebutkan pula bahwa banyaknya masalah yang timbul sesama ojek, gojek, grabbike dengan moda transportasi lain yang menyangkut masalah kesenjangan pendapatan, keamanan dan keselamatan masyarakat berlalu lintas. Selain itu disebutkan pula bahwa sepeda motor dan kendaraan pribadi yang dijadikan alat transportasi angkutan umum sampai saat ini belum dilakukan penindakan secara tegas oleh aparat.[rgu]
KOMENTAR ANDA