post image
KOMENTAR
Lagi-lagi, pahlawan devisa Indonesia mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan di Negeri Jiran Malaysia, tepatnya di Sarawak. 23 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kota Medan dikabarkan tertipu. Bahkan, selama sepekan mereka terlantar tanpa biaya hidup.

Salah seorang Perwakilan 23 TKI Dedek Cahyadi mengungkapkan kronologis terjadinya penipuan kepada MedanBagus.Com, Senin (7/12/2015).

Dia menuturkan, pada Januari 2015 lalu, 23 TKI asal Medan tersebut direkrut melalui Kantor agen PT Satria Parang Teritis yang beralamat di Komplek Gaperta Centre Blok B No 6, Jalan Gaperta Medan untuk di pekerjakan di Naim engineering Sdn Bhd, Sublot II, GRD, tingkat 1 & 2, Rocks Comercial Centre, Jalan Green, 93150 Kuching, Sarawak Malaysia.

Disana pada saat itu dilakukan temu sapa sekaligus wawancara dengan pihak agen dan pihak majikan dari Malaysia yang diwakili Mr Kon Ted Jee dan 2 orang perwakilan lainnya yang juga dari Malaysia.

Didalam temu sapa, lanjutnya, Mr Kon Ted Jee mengatakan, perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi membutuhkan tenaga kerja yang ahli (tukang) dan yang non ahli (kernet). Kemudian, Mr Kon bilang, jika dirinya dan 22 TKI lainnya berangkat dan bekerja disana, maka akan diberikan upah RM 45 (kernet) hingga RM 65 (tukang).

"Kita juga akan dilengkapi kontrak kerja sewaktu di Medan dan biaya pengobatan gratis," ungkap Dedek.

Kemudian, pada 8 Mei 2015, 4 orang kloter pertama berangkat dan tiba di Kuching Malaysia, dan disusul kloter kedua pada 19 Juni 2015.

Namun, setelah 6 bulan lebih bekerja disana, malah sebagian dari TKI yang direkrut menjadi pembersih bangunan yang sudah siap ditempati (Cleaning Service). Dan parahnya lagi, jika diantara TKI tersebut sakit, harus menggunakan biaya sendiri untuk berobat. Bahkan, tempat tinggal layak yang dijanjikan pun dengan kapasitas 4 hingga 5 orang per kamar, hingga saat ini tidak pernah terealisasi. Selain itu, gaji yang dijanjikan juga tidak sesuai. Gaji RM 65 yang dijanjikan untuk tukang, malah hanya dibayar sebesar RM 45.

"Semua pekerja yang direkrut mendapatkan gaji yang sama. Kamar yang dijanjikan ternyata untuk kapasitas 13 hingga 30 orang per kamar. Janji-janji lainnya, seperti fasilitas elektronik yang layak juga tidak ada, seperti setrika, televisi dan rice cooker. Dan janji kerja lembur (over time), minimal 2 jam per hari, juga tidak pernah ada," bebernya.

Sadar tertipu, akhirnya tepat 1 Desember 2015, para TKI yang di ketuai Dedek Cahyadi, mempertanyakan hal tersebut kepada manajemen kantor (Office)  Konstruksi di Tanjung Manis Sarawak.

"Tapi, malah cacian dan makian yang kami terima dari salah seorang Pormen Mr Ujang. Bahkan, dia malah memberikan kami amaran (surat SP) kepada kami sembari mengatakan, disini tidak ada overtime, jikalau ada yang tidak terima keputusan office sila buat barisan baru," tuturnya.

Akhirnya, 23 TKI yang merasa dirugikan membuat barisan baru karena menolak kebijakan kantor tersebut. "Lalu Mr Ujang berkata lagi kalau kalian tidak terima dan minta di pulangkan gampang saja cukup kalian tidak masuk kerja selama 1 minggu  pasti kalian di pulangkan sembari beliau mengambil chopcard (absensi ceklok) kerja kami dan menyuruh kami untuk pulang ke barak tempat kami tinggal," ungkapnya lagi.

Setelah kejadian itu, tepat pada 3 Desember 2015, 23 TKI didatangi oleh pihak Kepolisian Diraja Malaysia dan berkata, sesuai dengan UU Negeri Sarawak, 3 hari berturut-turut tidak turun bekerja, resmi bukan pekerja PT Naim Engineering Sdn Bhd lagi dan wajib dilaporkan ke pihak kepolisian.

Kemudian, 3 Desember 2015, 23 TKI melaporkan hal tersebut kepada pihak KJRI melalui whatsapp (WA).

"Dan pada 4 Desember 2015, pihak KJRI memanggil pihak perusahaan untuk berunding mengenai hal yang kami terima, tanpa melibatkan kami selaku TKI yang tertipu. Dan pada hari yang sama, pukul 15.00 Wib, kami didatangi ke barak oleh pihak perusahaan. Setelah itu, pihak agen PT Satria Parang Teritis yang diwakili oleh Mr Kon Ted Jee dan Mr Aliong menyuruh kami untuk bekerja kembali. Akan tetapi hanya disuruh bekerja selama 1 bulan untuk biaya ganti rugi perusahaan dan buat ongkos kami pulang ke Indonesia.

Lalu, sambung Dedek, Mr Kon Ted Jee & Mr Aliong mengatakan, kalau 23 TKI tidak mau bekerja sebagai ganti rugi dan ongkos pulang ke Indonesia, maka akan dikenakan ganti rugi dan ongkos pulang dari biaya pribadi dari TKI yang bekerja tersebut.

"Akan tetapi kami menolak kebijakan dari pihak perusahaan dan pihak agen, karena tidak ada keputusan. Setelah itu mereka berlalu pergi meninggalkan kami," ucapnya.

Lalu, kata Dedek, setelah pihak perusahaan pergi, dirinya dan rekan TKI lainnya kembali melaporkan hal tersebut ke pihak KJRI. Pihak KJRI bilang, akan memanggil kembali pihak perusahaan pada Kamis, 10 Desember 2015.

"Tapi kami memohon bantuan dari pihak KJRI untuk menjemput kami agar bisa duduk bersama antara pekerja, majikan dan KJRI sebagai penengah. hingga sekarang belum ada kabar lagi dari pihak KJRI.  Sementara kami sekarang sudah kelaparan, karena tidak makan dan tidak punya uang lagi. Kami tidak tahu harus berbuat apa lagi sekarang tolonglah bantu kami," tutur Dedek.[rgu]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel