Terhitung kemarin, tarif listrik non subsidi golongan rumah tangga 1.300 volt ampere (VA) dan 2.200 VA sudah naik. PLN menyebut, kenaikan ini terpaksa dilakukan karena mereka sudah merugi lebih dari Rp 2 triliun karena menunda kenaikan tarif yang seharusnya dilakukan Januari 2015. Kalau seperti ini, PLN yang enak, sementara rakyat susah.
Informasi kenaikan tarif itu disampaikan Kepala Divisi Niaga PLN, Benny Marbun saat konferensi pers 'Penyesuaian Tarif Adjustment' di Kantor Pusat PLN, Jakarta, kemarin. Alasan Marbun, jika tak naik, PLN yang rugi karena pemerintah sudah menghapus subsidi tarif di golongan 1.300 dan 2.200 VA. "Jika tidak disesuaikan potensi kerugian mencapai Rp300 miliar per hari," ujar Benny Marbun.
Seperti diketahui, pemerintah menunda kenaikan listrik pada Januari 2015 untuk kedua golongan itu. Untuk periode Januari-April 2015, PLNmasih mendapat kucuran dana subsidi dari APBN-P 2015 sebesar Rp 3 triliun. Dana itu, untuk menutup potensi kerugian atas penjualan 1.300 VAdan 2.200 VA.
Nah, untuk periode April sampai November 2015, PLN tidak lagi mendapat kucuran dana dari pemerintah. Alhasil, PLN harus cari dana sendiri untuk menutup potensi kehilangan pendapatan mencapai Rp 2,4 triliun. Karena itulah, PLN menaikkan tarif dua golongan itu di bulan ini.
Tarif untuk kedua golongan itu naik 11 persen dari tarif sebelumnya. Hitungannya, golongan 1300 VA tarifnya menjadi Rp 1509,38 perkilo Watt hour (kWh), dari sebelumnya Rp 1352 per kWh. Sedang untuk golongan 2.200 VA tarifnya menjadi Rp 1509,38 per kWh, dari tarif sebelumnya sebesar Rp 1352 per kWh.
Menurut Marbun, keputusan penyesuaian tarif ini atas saran Bank Indonesia, dan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan inflasi. Selain itu saran serupa juga diberikan Direktorat Jenderal Migas terkait harga minyak. "Mereka menyarankan jika ingin menyesuaikan tarif sebaiknya bulan Desember," katanya.
Tidak hanya golongan 1.300 dan 2.200 VA saja yang naik. Golongan di atasnya juga ikutan naik. Yaitu, untuk pelanggan rumah tangga daya 3.500 VA ke atas, pelanggan bisnis 6.600 VA ke atas, pelanggan industri 200.000 VA ke atas, kantor pemerintah 6.600 VA. Sebelumnya, golongan ini tidak naik di awal tahun 2014 karena pemerintah mempertimbangkan tiga faktor. Yaitu, lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kenaikan harga minyak dunia, dan inflasi.
Terpisah, Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Tulus Abadi menilai kebijakan menaikkan tarif listrik golongan 1.300 VA dan 2.200 VA tidak tepat. Seharusnya, pemerintah tetap memberikan subsidi untuk kedua golongan itu. Ibaratnya, dengan penerapan tarif, sama saja menyerahkan sistim tarif kepada mekanisme pasar.
"Iya, ini yang enak PLN karena tidak rugi, tapi yang dirugikan justru rakyat," ujar Tulus saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, semalam.
Seharusnya, kata Tulus, PLN melakukan konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum menghapus subsidi dan menaikkan tarif listrik. Menurutnya, konsultasi dengan BI dan BPS tak cukup. "Kalau tidak, artinya PLN tidak transparan dalam menentukan tarif," tegasnya.
Tulus berpendapat, sepintas penerapan formulasi tarif dengan mencabut subsidi terlihat bagus. Namun, sebenarnya sangat memberatkan masyarakat. "Pemberlakuan kenaikan tarif pada bulan Desember 2015 ini tidak tepat momennya, karena daya beli masih rendah akibat pelambatan ekonomi. Kenaikan tersebut justru akan memukul daya beli masyarakat," pungkasnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya berpendapat, baiknya pemerintah menggunakan tarif progressif untuk golongan 1.300 VA dan 2.200 VA. Maksudnya, setelah penggunaan tertentu, maka pemerintah tidak lagi memberikan subsidi untuk kedua golongan itu.
"Dengan tarif progressif, maka keluarga miskin dan menengah yang mengonsumsi listrik sedikit masih dapat dilindungi melalui subsidi," kata Berly kepada Rakyat Merdeka.
Prinsipnya, kata Berly, penerapan subsidi harus tetap sasaran. Untuk itu, perlu dilakukan kajian mendalam apakah pengguna listrik golongan 1.300 dan 2.200 VA merupakan golongan keluarga miskin. "Itu yang perlu dicari dulu datanya," pungkasnya. ***
KOMENTAR ANDA