Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua menuruti rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia mencoret Yusak Yaluwo sebagai calon Bupati Boven Digul, Provinsi Papua dan tidak bisa maju dalam pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2015 mendatang.
Ketua Bawaslu Provinsi Papua Pendeta Robert Horik menjelaskan bahwa Yusak Yaluwo dicoret sebagai calon kepala daerah karena masih menyandang status bebas bersayarat hingga tahun 2017 mendatang. Ia dinilai tidak memiliki hak politik untuk maju sebagai calon kepala daerah.
Dicoret sebagai kontestan calon kepala daerah, Yusak Yaluwo menggandeng pengacara kondang, Yusril Ihza Mahendra. Yusril pun menilai keputusan Bawaslu adalah keputusan keliru.
"Yang jelas pencalonan Yusak Yaluwo harus jalan," katanya saat memberikan keterangan resmi di kantornya, Kasablanka, Jakarta, Kamis (12/11).
Pakar hukum tata negara itu melanjutkan dasar hukum pencalonan Yusak Yaluwo adalah amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 42/PUU-XIII/2015 tanggal 18 Juli 2015 yang menyatakan bahwa norma Pasal 7 huruf g UU No. 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Inti dari amar putusan tersebut adalah tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih” adalah bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan bahwa yang bersangkutan mantan terpidana”.
"Dan sekaligus menyatakan bahwa norma Pasal 7 huruf g UU No. 8 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan pengecualian yang dirumuskan oleh MK tersebut," kata Yusril
Dasar hukum lain yang menguatkan pencalonan Yusak Yaluwo adalah terbitnya fatwa Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 16 September 2015, No: 30/Tuaka.Pid/IX/2015 yang menjawab surat Bawaslu No: 0242/Bawaslu/IX/2015 tanggal 2 September 2015.
Inti dari fatwa tersebut kata Yusril yakni" "Bebas bersyarat adalah program pembinaan, untuk mengintegrasikan Narapidana ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Seseorang yang berstatus bebas bersyarat, karena telah pernah menjalani pidana di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) maka dikategorikan sebagai "Mantan Narapidana"
Selain itu Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen Pemasyarakatan pada tanggal 22 September 2015 mengeluarkan surat No: PAS-PK.01.01.02-475 tanggal 22 September 2015 perihal Status Yusak Yaluwo, pada pokoknya menerangkan bahwa Yusak Yaluwo berstatus Klien Pemasyarakatan bukan lagi seorang narapidana dan yang bersangkutan dapat mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.
"Dengan adanya fatwa MA dan pernyataan Dirjen Pemasyarakatan tersebut maka polemik sekitar apakah seseorang yang berstatus bebas bersyarat tergolong mantan narapidana” atau tidak semestinya sudah selesai," sambung Yusril
Masih kata Yusril dalam undang-undang yang berlaku, MA adalah satu-satunya lembaga yang bewewenang memberikan pendapat hukum/fatwa atas permasalahan hukum yang terjadi, seperti karena ketidakjelasan maksud dari suatu norma hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU No 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, serta Pasal 22 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
"Surat Bawaslu ini bertentangan dengan Fatwa Mahkamah Agung yang telah dimintanya sendiri,"tegas Yusril
Hal ini tentunya kata Yusril menyebabkan ketidakpastian hukum dan merupakan contoh tindakan yang tidak baik bagi masyarakat sehingga dapat menimbulkan konflik di masyarakat bawah.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA