Surat edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian mendapat tanggapan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
AJI menilai, kritik yang dilakukan bukanlah termasuk dalam ujaran kebencian atau Hate Speech.
"Kita mendukung Kepolisian menindak tegas segala ujaran kebencian terhadap agama, suku, dan ras, serta mempidanakan segala anjuran kekerasan atas dasar perbedaan agama, suku, dan ras. Sebaliknya, AJI menolak upaya kriminalisasi kritik kepada pejabat dan lembaga publik sebagai ujaran kebencian," kata Ketua Umum AJI, Suwarjono dalam siaran persnya, Kamis (5/11).
Dikatakannya, memasukkan kritik ke unsur pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan ke dalam ujaran kebencian dinilai berpotensi menghambat kebebasan berpendapat.
"Tafsir pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan itu bersifat karet, bila tidak dipahami aparat kepolisian, berpotensi menjadi pintu masuk mempidanakan sikap kritis masyarakat, termasuk mempidanakan jurnalis atau media. Ini bahaya. Bila kebebasan berpendapat terbelenggu, ini ancaman serius bagi kebebasan pers,” katanya.
AJI menilai, surat edaran penanganan ujaran kebencian telah mengaburkan batasan universal tentang ujaran kebencian.
Seharusnya, penindakan hukum terhadap para penyebar ujaran kebencian dilakukan tanpa melanggar hak warga negara untuk berekspresi, sebagaimana dijamin Undang-undang Dasar 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, serta Konvenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Republik Indonesia.
"Penghasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan karena perbedaan agama atau ras yang harus dilarang oleh hukum. Jangan dibalik atau campur-aduk dengan perbedaan pendapat, sikap kritis masyarakat," ujarnya.
Mengatur ujaran kebencian harus dilakukan tanpa melanggar hak warga negara untuk berekspresi, sebagaimana dijamin Undang-undang Dasar 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, serta Konvenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Republik Indonesia.
“Kami menunggu konsistensi Polri dalam menindak penyebar ujaran kebencian yang marak dilakukan kelompok intoleran. Kami menyayangkan Polri justru abai terhadap berbagai ujaran kebencian bahkan ancaman kekerasan yang dilakukan oleh kelompok radikal. Kami melihat, Surat Edaran Kepala Polri justru lebih didasari kepentingan politik, untuk membungkam kritik terhadap penyelenggara negara dan lembaga negara,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Iman D Nugroho. Dirinya meminta Polri menerapkan batasan pengertian universal tentang tindakan ujaran kebencian, demi memastikan tidak terjadinya kriminalisasi kritik terhadap penyelenggara dan lembaga negara.
"Batasan pengertian yang paling obyektif adalah batasan penggunaan hak berekspresi yang telah diatur rinci oleh Konvenan Hak Sipil dan Politik. Ujaran kebencian adalah ujaran yang menistakan atau merendahkan martabat seseorang karena latar belakang agama, suku, dan ras," jelasnya.
Untuk itu, AJI menuntut Polri hanya menggunakan ukuran baku Konvenan Hak Sipil dan Politik sebagai ukuran ujaran kebencian, karena ukuran yang sumir membahayakan kebebasan berekspresi.
"Bila merujuk kepada Pernyataan Bersama Perserikatan Bangsa-bangsa, Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE) dan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) pada 2001, yang merumuskan batasan penindakan atas ujaran kebencian," pungkasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA