DPRD Sumut memiliki 5 unsur pimpinan pada periode 2019-2014. Kelimanya yakni Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun dari Demokrat serta 4 orang wakil ketua masing-masing Chaidir Ritonga dari Golkar, Kamaluddin Harahap dari PAN, Sigit Pramono Asri dari PKS dan M Affan dari PDI Perjuangan.
Diantara seluruh pimpinan tersebut, hanya M Affan yang tidak dijadikan tersangkan oleh KPK atas kasus dugaan dugaan gratifikasi dalam persetujuan laporan pertanggungjawaban pemerintah Provinsi Sumatera Utara 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Sumut 2013 dan 2014, dan penolakan interpelasi terhadap Gubernur Sumut Non Aktif Gatot Pujo Nugroho.
Kondisi ini menurut pengamat hukum di Kota Medan, Muslim Muis, rawan memicu kontroversi tentang adanya dugaan intervensi politik atas penetapan status tersebut. Apalagi yang bersangkutan berasal dari PDI Perjuangan yang notabene menjadi partai penguasa saat ini.
"Ini bisa jadi memicu munculnya dugaan seperti itu, karena dari 5 unsur pimpinan tersebut hanya Affan yang tidak menjadi tersangka," katanya, Rabu (4/11).
Muslim menjelaskan, berbicara masalah hukum kemungkinan M Affan tidak terlibat dalam kasus tersebut tetap ada. Sebab kemungkinan ia menolak gratifikasi dari Gatot pada masa itu. Jika demikian, KPK menurutnya harus memberikan penjelasan kepada masyarakat agar tudingan-tudingan yang menyatakan KPK jadi alat politik tidak semakin memuncak.
"Kita minta KPK memiliki sikap tegas dalam hal ini. Logika yang berkembang dimasyarakat yakni anggota dari PDI Perjuangan saja ada yang mengembalikan uang seperti Brilian Moktar, masa pimpinannya yang berasal dari fraksi yang sama tidak ikut menerima?, ini logika sederhana yang bisa memicu munculnya prasangka," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua DPD PDI Perjuangan Japorman Saragih yang dimintai tanggapannya terkesan "pelit" untuk mengomentari proses hukum yang dilakukan oleh KPK tersebut.
"Soal KPK jangan sayalah, tanya aja ke KPK," katanya singkat.[rgu]
KOMENTAR ANDA