Meski berstatus tersangka, bukan berarti Tri Rismaharini terhalang mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Surabaya.
Direktur Sigma, Said Salahuddin memandang wajar saja jika ada yang menduga penetapan status tersangka terhadap Risma oleh Polda Jawa Timur terkait dengan adanya upaya dari pihak tertentu untuk menjegal politisi PDI Perjuangan itu dalam Pilkada Kota Surabaya.
"Saya sendiri belum menemukan indikasi kuat yang mengarah pada adanya motif politik di balik penetapan status Risma itu," ujar Said melalui pesan elektroniknya, Sabtu (24/10).
Namun demikian, sambung dia, perlu diketahui bahwa penetapan status tersangka tidak otomatis menggugurkan kepesertaan seseorang sebagai calon. Apalagi, secara hukum tidak ada ketentuan yang melarang seorang tersangka menjadi peserta Pilkada. Justru yang tidak boleh itu kalau statusnya terpidana atau yang bersangkutan pernah melakukan perbuatan tercela.
"Nah, Risma saat ini kan belum dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," terang Said.
Andaipun kasusnya berproses terus, ia memperkirakan sampai dengan hari pemungutan suara tanggal 9 Desember 2015 nanti pun belum jatuh putusan inkracht.
"Jadi, kalau pun benar ada pihak tertentu yang merancang skenario untuk menjegal pencalonan Risma, maka boleh jadi yang disasar oleh pihak tersebut adalah pada soal perbuatan tercela Risma," tengarainya.
Menurut dia, dengan ditetapkannya Risma sebagai tersangka, maka Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang sebelumnya dikeluarkan kepolisian sebagai bukti Risma tidak pernah melakukan perbuatan tercela bisa saja ditinjau ulang.
"Kalau SKCK Risma dicabut kembali oleh kepolisian, misalnya, maka itu artinya Risma tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon walikota Surabaya. Konsekuensinya, KPU Kota Surabaya wajib mencoret Risma," demikian Said.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA