AGAMA mempunyai simpatik yang sangat besar di dalam jiwa setiap insan. Sehingga melahirkan tafsir keagamaan yang sangat beragam. Setiap orang selalu berusaha memahami, menghayati agama untuk mengajak dialog sehingga agama itu benar-benar hidup. Ada yang menafsirkan bahwa di muka bumi ini begitu banyak agama, mungkin saja isinya hanya satu, ruhnya satu tapi banyak tubuh. Atau mungkin memang masing-masing agama berbeda. Ada pula yang menafsirkan agama sebagai tamu agung yang betul-betul membawa berkah sehingga penganutnya merasa lebih tenang, membawa kebermanfaatan, dan mendatangkankedamaian.
Sepanjang sejarah, dorongan kebutuhan manusia pada agama tidak pernah mati. Sekalipun ada orang beragama yang mendatangkan misalnya dianggap radikalisme, kekacauan, peperangan, terorisme, ancaman tapi banyak sekali orang yang masuk pada agama menjadi orang yang lebih baik. Karena salah satu motivasi agama adalah mengajak orang untuk berbuat kebaikan, mengajarkan pengorbanan dan menebar kebermanfaatan untuk sesama mahluk ciptaan Tuhan.
Fenomena Indonesia saat ini adalah meningkatnya kekerasan atas nama agama. Kenapa bisa terjadi seperti ini? Apakah karena mungkin pemerintahnya kurang kuat sehingga banyak kekuatan-kekuatan dari bawah itu muncul? Ataukah hal lain di luar semangat keagamaan?
Konflik sejatinya bisa terjadi karena semangat primordialisme, kesenjangan ekonomi bahkan korupsi. Misalkan kasus yang terjadi di Papua, mereka akan menjadi sangat bringas ketika suku mereka di usik (baca: tindas) oleh suku yang lain, atau kemiskinan yang merajalela sehingga orang berani membuat kegaduhan dan anarkisme demi menuntut keadilan ekonomi.
Ketika itu semua sudah tidak mempan, maka di tambah dosis agama. Sehingga mereka akan semakin militan. Dan orang yang mengkritik dengan dalih agama juga merasa Tuhan dilibatkan dalam dirinya. Hal itu memang diperlukan misalkan hanya ketika melawan imperialisme, sehingga amunisinya semakin tinggi. Terlebih masyarakat Indonesia yang romantisme dan emosional senang dengan pancingan isu-isu etnis dan agama.
Adakalanya agama dijadikan sumber bertindak tegas, tapi mirisnya ada yang memanfaatkan agama sebagai sumber kekerasan. Hal ini terjadi karena, pertama, lemahnya pemerintah penegak hukum yang seharusnya mengatur sistem dan menjamin kerukunan antar umat beragama. Sehingga siapapun orangnya, agamanya, etnisnya, kalau melanggar seharusnya ditindak. Kedua, dari umat beragama sendiri harus menghormati satu sama lain agar tetap rukun dan mengikuti sistem yang telah di tetapkan pemerintah. Oleh karena itu, kalau kita tidak ingin di ganggu oleh orang lain kita harus taat pada hukum.Yang namanya agama harus mendatangkan kedamaian, ketertiban masyarakat. Kalau tidak, akan kehilangan simpati.
Hal ini sudah tidak sejalan lagi dengan konsep Islam Nusantara yang mencerminkan islam toleran dan rahmatan lilalamin. tugas kita adalah "bagaimana meng-Indonesia-kan Islam bukan meng-Islam-kan Indonesia" seperti yang pernah disampaikan Mahfud MD (mantan ketua Mahkamah Konstitusi).
Di tengah-tengah kerukunan umat beragama yang plural. Sangat disayangkan sebuah insiden pembakaran rumah ibadah di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Selasa 13/10). Aksi pembakaran rumah ibadah ini dipicu oleh pendirian rumah ibadah yang belum mengantongi izin. Dilansir dari pemberitaan nasional bahwa masyarakat sekitar yang tidak terima akhirnya menyerang dan tercatat satu orang warga tewas dan tujuh lainnya luka-luka.
Insiden ini mendapatkan respon dari Presiden Jokowi dalam akun tweeter-nya @jokowi "Hentikan kekerasan di Aceh Singkil".
Bagi saya sebagai umat beragama meminta kepada pihak kepolisian untuk tetap berjaga mengkondusifkan keadaan sekitar. Serta masyarakat bisa menahan diri supaya tidak mudah terprovokasi.
Pada akhirnya semua agama itu suci, mengajarkan tentang kebaikan, hanya saja bagaimana kita menafsirkan agama, itulah yang harus kita pelajari lebih dalam lagi. Saya yakin tidak ada dari pihak manapun yang ingin mengganggu dan diganggu, hanya saja selalu ada provokator dalam setiap kegiatan beragama. Semoga kita semakin bijak menyikapi pluralisme sehingga tetap terciptanya kebhinekaan yang utuh.
*Penulis adalah anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ushuluddin Cabang Ciputat dan peminat kajian islam nusantara.
KOMENTAR ANDA