Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Jafar mengatakan isu menghidupkan kembali wajib militer yang keluar dari kebijakan Kementerian Pertahanan RI merupakan kebijakan yang dibuat sebagai alat politik dan bukan sebagai taktik militer.
"Isu wajib militer sebenarnya muncul karena dua pemikiran; pertama isu taktik militer dan kedua alat politik." ujarnya di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/10).
Dia menjelaskan wajib militer sebagai alat politik biasanya diterapkan di berbagai negara yang secara komposisi penduduknya heterogen.
"Kenapa tiba-tiba dalam situasi perang yang cederung modern berbasis cyber atau perang asimetris dan bukan senjata ketemu senjata. Nah menjadi lucu jika kemudian isunya adalah pelatihan dasar militer wajib. Hal ini tidak sesuai dengan ancaman zaman sekarang," paparnya.
Menurut Putri Kanesia dari KontraS, sebenarnya negara tidak usah repot-repot untuk meminta atau memaksa warga negaranya untuk melakukan bela negaranya sebagai upaya penghormatannya pada negara. Karena setiap orang menurutnya punya cara berekspresi yang berbeda-beda.
Pada kesempatan ini, Peneliti Pengadilan Militer Alex Argo Hernowo mengatakan berdasarkan catatan saya dari 2007-2012 ada sekitar 800 putusan peradilan militer tinggi yang melibatkan anggota TNI.
"Kejahatan tertinggi militer bermasalah dengan narkotika, yang kedua disersi dan yang ketiga penganiayaan. Ini menandakan bahwa Institusi militer sendiri masih punya masalah besar terhadap disiplin anggotanya. Gak usah jauh-jauh untuk mendidik masyarakat soal bela negara padahal di institusi mereka sendiri TNI belum selesai sampai sekarang," katanya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA