Kasus dugaan suap hakim PTUN Medan di Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga melibatkan beberapa petinggi Partai Nasdem merupakan preseden buruk penegakan hukum di Indonesia.
Koordinator Petisi 28, Haris Rusly Moti mengatakan, institusi penegakan hukum seharusnya tidak dijadikan ladang untuk berbagi kekuasaan alias sharing power.
Dia jelaskan, masuknya KPK dalam kasus dugaan suap hakim PTUN Medan secara langsung membuka mata Partai Nasdem. Sebab melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan pengacara senior OC Kaligis yang saat kejadian menjabat sebagai Ketua Mahkamah Partai Nasdem, penanganan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemprov Sumatera Utara di Kejagung terbongkar.
M Prasetyo merupakan petinggi Partai Nasdem sebelum ditunjuk sebagai Jaksa Agung oleh Jokowi. Posisi itulah yang memberikan ruang bagi partai yang mengusung slogan Restorasi Indonesia memanfaatkan hukum untuk kepentingan partai.
"Posisi dia (M Prasetyo) sebagai mantan politisi Nasdem itu memberikan ruang untuk memanfaatkan hukum untuk kepentingan Partai Nasdem. Dalam kasus dana bansos, itu kan ada upaya didamaikan dari pimpinan Nasdem, agar supaya tidak naik ke pengadilan, agar selamat bersama-sama," jelasnya.
Haris tegaskan, Presiden Jokowi harus segera mencopot M Prasetyo dari Kejagung. Hal itu penting agar ke depan tidak ada kembali 'pengamanan' kasus yang melibatkan Partai Nasdem dan atau kepentingan partai penguasa lainnya.
"Jokowi harus meninjau posisi Kejagung Prasetyo yang dari Nasdem, diganti dari orang profesional," jelas Rusly.
Dia juga minta agar Jaksa Agung ikut diperiksa terkait dugaan pengamanan kasus korupsi dana bansos yang ditanganinya. Termasuk, pemeriksaan terkait kasus suap hakim PTUN Medan yang ditangani KPK.
"Kalau terbukti, ini membuktikan parpol yang awalnya teriak restorasi, bangun pemerintahan bersih, kenyataannya menggunakan kekuasaan untuk merampok, memperkaya diri, membiayai parpol. Saya dukung KPK panggil Surya Paloh, termasuk pemanggilan M Prasetyo," demikian Rusly. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA