Penjelasan Kementerian Pertahanan tentang rencana membentuk kader bela negara sebanyak 100 juta orang dalam 10 tahun sulit untuk dimengerti.
Demikian disampaikan anggota Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin. Menurut TB Hasanuddin, ada beberapa alasan mengapa rencana itu sulit dimengerti.
Pertama, dari sisi target. Dengan jumlah 10 juta orang per tahun atau 833.000 orang per bulan, maka jumlah ini sangat fantastis dibandingkan dengan sarana pelatihan yang dimiliki oleh Badan Pendidikan dan Latihan Kemenhan yang hanya mampu menampung 600 orang saja.
Kedua, dasar hukum. Dasar hukum tentang bela negara ini belum lengkap. Bela negara baru ada dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 1, bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan negara. Kemudian dalam ayat 5 nya dijelaskan bahwa, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan UU.
Menurut UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9 ayat 3, sambung TB Hasanuddin, juga disebutkan bahwa ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan UU. Jadi sampai sekarang, Indonesia belum memiliki UU Bela Negara sehingga peraturan-peraturan pendukungnya, seperti Perpres atau Keppres, masih belum jelas.
"Tanpa UU Bela Negara dan tanpa aturan pendukungnya akan sulit mewujudkan kebijakan dan upaya bela negara itu," kata TB Hasanuddin dalam keterangan beberapa saat lalu (Jumat, 9/10).
Ketiga, sambung TB Hasanuddin, terkait dengan anggaran. Sampai saat ini DPR bersama pemerintah belum pernah mendiskusikannya secara rinci, misalnya terkait dengan berapa biaya yang dibutuhkan untuk melatih 100 juta orang itu tersebut. Dan bahkan, anggaran TNI dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alusista), pemerintah malah menguranginya. Saat ini untuk kebutuhan alutsista tahun 2016 saja masih kurang sebesar Rp 36 triliun.
"Andaikan tidak terpenuhi maka bisa dipastikan Restra II pembangunan minimum essensial force (MEF) kekuatan TNI tak akan tercapai pada 2019. Menurut hemat saya, perlu kita diskusikan ulang. Ketika uang negara semakin terbatas kita harus lebih jeli menentukan prioritas mana yang paling utama demi kepentingan bangsa dan negara," demikian TB Hasanuddin. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA