Partai Solidaritas Indonesia menolak revisi UU KPK yang diinisiasi sejumlah anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Nasden, PPP, PKB dan Hanura. Karena revisi terhadap sejumlah pasal krusial tersebut akan membonsai dan mengerdilkan institusi KPK.
"Pembatasan 'usia kerja' KPK selama 12 tahun, misalkan, adalah tindak konyol," tegas Sekjen PSI, Raja Juli Antoni, dalam siaran persnya (Kamis, 8/10).
Dia mengakui bahwa KPK adalah lembaga "ad hoc". Lembaga anti korupsi itu didirikan karena ketidakberdayaan institusi penegakan hukum lain dalam memberantas korupsi.
Karena itu 'usia kerja' KPK tidak bisa dipatok berdasarkan kriteria kuantitatif (12 tahun) melainkan mesti diukur secara kualitatif: sampai sejauh mana korupsi sebagai budaya telah lemah di tengah masyarakat.
"Bisa diukur juga melalui tingkat kepercayaan masyarakat tehadap institusi kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi," ungkapnya.
Begitu juga tentang "hak sadap" KPK dan proses pengangkatan penyidik, menurutnya, sangat kasat mata merupakan konspirasi jahat yang hendak mengubur spirit pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Akhirnya, rakyat semakin cerdas melihat siapa politisi dan partai politik yang pro pemberantasan korupsi dan pro-koruptor. Kedaulatan ada di tangan rakyat. Saatnya rakyat menghukum politisi dan partai yang tidak berpihak kepada pemberantasan korupsi," tegasnya.
Meski begitu dia tidak menampik perlu ada perbaikan terhadap institusi KPK. Kekuasaan KPK yang terlalu besar, misalkan, perlu dikontrol dengan mendirikan semacam 'komisi etik' permanen yang secara reguler dapat mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang diambil para komisioner KPK.
"Perlu juga disempurnakan mekanisme internal KPK sehingga para komisioner KPK tidak 'colometan' berbicara di depan publik, sehingga terkesan sering mempertontonkan kekuasaan. KPK perlu komisioner yang bekerja dalam senyap yang tidak tegoda oleh kepentingan politik," pungkasnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA