Bencana kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan belum juga usai. Saat ini, dampak asap imbas dari kebakaran tersebut makin berbahaya dan mematikan aktivitas warga setempat.
Seperti yang diceritakan oleh warga Pekanbaru, Lindawati (43) kepada redaksi lewat pesan singkat, Selasa (6/10) malam.
"Mohon doanya saudara sebangsa- setanah air. Hari ini asap pekat kembali menyelimuti Riau. Kepekatannya mungkin 4 x lipat dari sebelumnya. No electric, No school, No flight, No oxygen," terang dia.
Linda yang sehari-harinya bekerja sebagai karyawan asuransi swasta ini bilang, asap yang melanda daerahnya terasa seperti genosida. "Negara sedang membunuh 6,3 juta rakyat Riau pelan-pelan," sambungnya.
Linda juga mengeluhkan bantuan masker dari pemerintah setempat. Menurutnya, masker yang diberikan tidak layak dan jauh dari standar. Kualitas udara bukan lagi berbahaya, tapi sudah merusak bahkan membunuh.
"Partikel berbahaya ini sudah dua bulan kami hirup tanpa henti. 24 jam setiap hari. Sudah 55 ribu warga, mayoritas balita dan orang tua, bertumbangan karena asap. Ini bukan lagi bencana biasa," urai dia.
Oleh karena itu, dia minta kepada Presiden RI, Joko Widodo untuk bertindak tegas, dalam hal ini menetapkan darurat bencana nasional pencemaran udara dan meminta bantuan dunia internasional untuk memadamkan titik api.
"Berhutang keluar negeri saja Anda mampu dalam hitungan bulan menjabat, masa untuk kepentingan rakyat Anda ragu," kritik Linda.
Saat ini ada 1.563 titik api yang ipadamkan dengan bantuan 7 helikopter dan pesawat water bombing, serta 1 pesawat Casa hujan buatan. Sekitar1.594 personel TNI dan Polri juga dikerahkan guna membantu melakukan pemadaman api.
"Mari kita masukin ke rumus matematika sederhana. 8 pesawat yang ada, jika dibagi dengan jumlah lokasi sumber asap, artinya satu pesawat harus mengatasi 195 titik api. Apa mungkin bisa?" tanya dia.
"Lalu, jumlah personil yang diturunkan, hampir seimbang dengan jumlah titik api yang ada. Artinya hanya ada satu orang prajurit untuk mengawal setiap satu titik api. Sementara satu titik api yang terpantau di satelit, luasannya bisa mencapai puluhan hingga ratusan hektar," sambungnya mengkritik.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA