Anggapan bahwa pahlawan selalu orang yang terbunuh di medan perang, ataupun seseorang yang mengerjakan karya yang besar, tidak lagi berlaku untuk jaman sekarang. Mereka yang berkarya dalam pekerjaan sederhana dan tidak berarti dapat juga dimaknai sebagai pahlawan.
Demikian ditegaskan Direktur Bank Sumut, Esther Junita Ginting. Dia menyampaikan hal itu di hadapan ratusan mahasiwa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Medan, yang menghadiri forum bulan apresiasi film nasional yang secara khusus mendiskusikan film "3 Nafas Likas", di Auditorium Utama Catholic Center, Medan, Minggu (4/10).
"Ada tiga dasar utama yang dapat disebut sebagai pahlawan, yakni seseorang yang mengerjakan karya sederhana dengan cara luar biasa serta tanpa kenal lelah, demi kemajuan peradaban manusia dan memanusiakan manusia lain. Tanpa ketiga dasar tersebut, makna kepahlawanan yang selama ini dikenal menjadi tiada arti," katanya.
Likas adalah tokoh perempuan asal Tanah Karo yang merupakan isteri pahlawan nasional Letjend Jamin Ginting. Likas adalah juga Pahlawan Nasional yang mengabdikan dirinya sebagai pejuang emansipasi perempuan di Sumatera Utara.
Menurut Esther, Likas pantas disejajarkan dengan RA Kartini, sama-sama menjadi sumber perjuangan emansipasi bagi perempuan.
"Dan saya sangat yakin, bahwa perjuangan di dunia emansipasi pada waktu itu dibutuhkan komitmen tanpa kenal lelah, dan berhadapan dengan nilai budaya tradisional yang eksis pada waktu itu. Jika perempuan Sumut sekarang merasakan adanya nafas kebebasan dalam berkarya, itu merupakan hasil dari perjuangan Ibu Likas," paparnya.
Ditegaskan juga, komitmen pada pekerjaan sederhana yang dilakukan dengan cara luar biasa bisa juga diambil contoh Bunda Teresa di Kalkuta yang memerangi kemiskinan dengan cara memanusiakan manusia terlantar serta tersia-siakan masyarakat. Apa yang dilakukannya merupakan pekerjaan besar sekalipun bukan bertempur di medan perang.
"Hal yang sama juga dilakukan oleh Ibu Likas. Memanusiakan perempuan Sumatera Utara di tengah aturan adat yang ketat bukanlah pekerjaan mudah. Mungkin banyak orang yang mampu melakukan itu, tetapi yang setia dan berkomitmen, mungkin sedikit sekali. Dan yang terpenting adalah, apa yang dilakukan Ibu Likas bukanlah pencitraan," tukasnya.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA