post image
KOMENTAR
Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI) Rachmat Witoelar menekankan bahwa carbon pricing tidak dapat semata-mata dimaknai sebagai pemberian harga atas emisi karbon.

Rachmat Witoelar dalam  pertemuan kedua antara pelaku bisnis dan pemerintah mengenai perubahan iklim di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Sabtu (26/9), menekankan bahwa carbon pricing  harus dilihat lebih komprehensif sebagai internalisasi biaya eksternal.

"Sudah selayaknya prinsip polluter pays principle berdasarkan kapasitas dan kondisi nasional. Mekanisme ini pun harus dilihat sebagai upaya untuk mengawal pembangunan berkelanjutan," kata Rachmat Witoelar.

Menurut Rachmat Witoelar, hal tersebut sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 yang mengedepankan peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan.

Carbon pricing adalah upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Sekitar 40 negara dan lebih dari 20 kota/provinsi, telah menggunakan atau sedang dalam persiapan menggunakan mekanisme carbon pricing, seperti sistem perdagangan emisi dan pajak karbon.

Rencana Aksi

Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon sangat menginginkan dan mengimbau negara-negara untuk menyerahkan secepat mungkin rencana aksi mereka yang akan membentuk dasar dari perjanjian perubahan iklim baru yang bersifat universal.

"Sekretaris Jenderal sangat menginginkan semua negara untuk menyerahkan rencana aksi iklim mereka," kata Asisten Sekjen PBB untuk Perubahan Iklim Janos Pasztor.

Menurut Pasztor, hingga saat ini, telah ada 62 dari 194 pihak untuk Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) yang telah menyerahkan Tekad Kontribusi Nasional (INDC) mereka.

Dia juga mengemukakan bahwa penyerahan INDC dari berbagai pihak telah luar biasa karena merupakan fakta rencana yang didasari dari apa yang dipersiapkan negara-negara untuk merespons perubahan iklim.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuka kesempatan untuk masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan untuk memberikan masukan terhadap draft dokumen tersebut.

Dokumen tersebut direncanakan akan menjadi sikap Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim (Conference of Parties) UNFCCC ke-21 di Paris, Prancis, pada 30 November-11 Desember 2015.[rgu]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Peristiwa