Presiden Joko Widodo batal merayakan Hari Tani Nasional di Cibaliung, Banten pada Minggu (27/9).
"Kami kecewa, tapi kami petani akan tetap bersabar karena perjuangan butuh kesabaran," ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu.
Henry menyampaikan, seharusnya Presiden Jokowi menghadiri peringatan Hari Tani ke-55 yang ditandai dengan pencangkulan lahan. Ini sebagai tanda mulai pembaruan agraria, yakni pembagian tanah seluas 9 juta hektar yang menjadi mandat Nawacita.
"Baru tadi pagi kami mendapatkan kabar kalau Pak Jokowi batal hadir. Padahal acara ini sudah lama dipersiapkan. Kami pun sudah menunggu implementasi redistribusi tanah sejak UU Pokok Agraria 1960 disahkan 55 tahun lalu," kata dia.
Henry mengemukakan, Sensus Pertanian terakhir pada tahun 2013 menyebutkan bahwa mayoritas petani di Indonesia adalah petani gurem.
"Dari total 26,14 juta rumah tangga petani di Indonesia, 14,62 juta atau sekitar 56 persen adalah petani gurem. Kepemilikan lahan rata-rata sekitar 0,3 hektar, jadi sulit sejahtera," papar Henry lagi.
Henry lebih lanjut mengatakan redestribusi tanah menjadi kunci untuk pembangunan pedesaan dalam rangka membangkitkan perekonomian nasional.
"Redistribusi tanah berhubungan erat dengan pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan. Ini fakta yang terjadi di negara-negara yang kini tinggal landas macam Taiwan, India," katanya.
Dari catatannya, sekira 100 petani yang rata-rata memiliki tanah kurang lebih 2 hektar sudah sejahtera. Mereka bisa hidup dengan layak, juga mengakses layanan kesehatan dan pendidikan tinggi untuk anak-anaknya.
"Jadi kita, petani, tak pernah takut itu dengan yang namanya krisis ekonomi--asal bisa bertani di atas tanah sendiri," tukas Henry.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA