Pemerintah harus benar-benar mempelajari kabar sebanyak 85 orang anggota kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) melarikan diri dan membelot. Apalagi, 4 dari 85 orang itu disebutkan berasal dari Indonesia.
Peringatan itu disampaikan Ketua Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) DR. Kemal Dermawan dalam keterangan persnya kemarin.
"Sebab, kalau mereka pernah bergabung dengan ISIS, maka cukup sulit bagi negara untuk memberi perlindungan buat mereka. Artinya, kita harus tetap waspada, dan tidak cepat percaya begitu saja dengan pengakuan mereka. Harus ada tindakan-tindakan yang melibatkan berbagai lembaga pemerintah untuk mengklarifikasi kebenaran berita tersebut," jelasnya.
Hal senada disampaikan staf pengajar di Program Pascasarjana Kajian ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Prof. Dr. Bambang Widodo Umar, SH, MH.
Dia menghimbau keberadaan mereka tetap harus diwaspadai. Jangan sampai mereka yang menyatakan sadar dan ingin kembali ke NKRI ini justru malah berpura-pura dan menyebarkan paham ISIS di Indonesia.
"Tentunya selain dengan membina juga ada deteksi. Intelejen juga harus ikut berperan dalam mengawasi. Kalu mereka ini dibina lalu sebenarnya menyimpang, maka intelijen juga harus tahu," tandasnya.
Meski begitu, WNI yang menyatakan menyesal telah bergabung dengan ISIS dan ingin bergabung kembali dengan Indonesia juga perlu diberikan perlindungan.
"Mereka tetap harus diberi perlindungan bila benar-benar telah ‘sembuh’. Caranya terus memberikan penyadaran buat mereka dan mengubah mindset mereka untuk mengabdi kepada Indonesia," ungkap mantan anggota Kepolisian tersebut.
Kemal Dermawan sendiri melanjutkan bahwa empat orang yang kabarnya telah membelot dari ISIS itu masih sebagian kecil dari WNI yang telah bergabung dengan kelompok militan tersebut. Namun kabar itu tetap cukup positif bagi meredam propaganda ISIS. Kendati demikian tetap harus dilakukan langkah antisipasi, baik itu oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dari berbagai lembaga terkait lainnya.
Dia menambahkab kalau mereka tidak pulang ke Indonesia tidak ada masalah, tapi kalau mereka kembali ke Indonesia, tentu harus ada tindakan atau upaya untuk mencegah mereka menyebarkan paham kekerasan di Tanah Air.
"Itu justru akan lebih berbahaya sehingga BNPT dan lembaga terkait lainnya harus menyiapkan langkah antisipasinya. Siapa yang bisa menjamin apakah mereka benar-benar telah ‘sembuh’ dari pengaruh ISIS?” ungkap Kemal.
Kemal menilai ISIS memang sangat berbahaya. "Yang pasti mereka bukan negara. ISIS itu hanya kelompok yang menganut norma yang tidak bagus yaitu menghalalkan kekerasan dan pemerkosaan. Jadi tidak ada tempat paham tersebut di Indonesia, sehingga apa saja yang berbau ISIS harus benar-benar dibersihkan, termasuk empat warga Indonesia yang katanya membelot tersebut," tukasnya. [zul]
KOMENTAR ANDA