Sebanyak 24.95 persen responden yang menolak sikap Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dengan pemerintah. Mereka yang menolak sikap politik tersebut bukannya tanpa alasan. Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Denny JA menemukan bahwa ada tiga alasan utama yang mendasari sikap resistensi publik tersebut.
Peneliti LSI, Rully Akbar menyebutkan, alasan pertama karena mereka karena publik menilai sikap PAN bergabung dengan pemerintah hanya kepentingan politik sesaat.
Alasan kedua, menurut Rully, dengan bergabungnya PAN dalam pemerintahan, justru merusak tradisi oposisi di Indonesia. Publik lebih setuju PAN tetap di luar pemerintahan bersama Koalisi Merah Putih agar terjadi check and balances yang sehat.
"Partai politik tak terbiasa oposisi dan tak kuat godaan untuk ikut berkuasa. Mereka yang mendukung alasan ini sebanyak 15,10 persen," kata Rully saat konferensi pers rilis survei terbaru LSI "Pasca PAN Gabung Pemerintah" di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (8/9).
Nah untuk alasan ketiga, lanjut Rully, PAN dianggap mengkhianati koalisinya. Pasalnya, KMP dibentuk pasca Pilpres oleh partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"PAN menjadi salah satu motor utama pendukung KMP karena Hatta adalah ketua umum PAN saat itu. Sebanyak 14.90 persen publik yang mendukung alasan ini," kata Rully.
Didasari tiga alasan di atas sehingga muncul isu reshuffle jilid II. Namun jika isu benar adanya, publik berharap menteri yang dipilih membantu pemerintahan adalah mereka yang capable, punya integritas yang baik, dan tidak memunculkan kontroversi.
Survei ini dilakukan melalui quick poll pada tanggal 4 hingga 6 September 2015. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 600 responden dan margin of error sebesar +/- 4,0 persen. Survei dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia. LSI juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview. Survei ini didanai sendiri oleh LSI Denny JA.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA