post image
KOMENTAR
Kaum miskin menjadi kalangan paling rentan mendapatkan tekanan, seba berbagai aturan yang dibuat cenderung merugikan mereka. Demikian salah satu persoalan yang mengemuka dalam novel berjudul "Rumah Ditengah Sawah" karya Muhammad Subhan yang dibedah di Aula SMP Negeri 2 Padangpanjang, Sumatera Barat, Minggu (6/9).

"Dalam novel Rumah di Tengah Sawah diceritakan tentang sebuah pemukiman yang tergusur karena sikap egois oknum. Dengan alasan rumah orang-orang susah itu tidak ada IMB, dan itu alasan yang dicari-cari. Yang sebenarnya mereka ingin mengusir si miskin untuk menambah kantong-kantong kekayaan si kaya lalu mendirikan Mall atau Plaza," ujar Dra. Lili Asnita, salah seorang narasumber.

Tampil pembicara lainnya, Drs. Irzen Hawer, novelis asal Kota Padangpanjang, yang juga membedah novel itu. Acara diikuti 200-an peserta yang terdiri dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan guru se-Sumatra Barat.

Menurut Lili Asnita, penggusuran pemukiman "Rumah di Tengah Sawah" mendapat perlawanan pemilik rumah, namun mereka tidak berdaya. Salah seorang tokoh, Bondan, bocah usia enam tahun yang bercita-cita menjadi dokter, tidak terima rumahnya digusur.

"Bondan berteriak dan mengatakan, ‘Tunggu nanti kalau saya sudah besar akan membalas perbuatan kalian!’. Sebuah intimidasi, ketamakan, keegoisan dan ketidakpedulian oknum-oknum aparat membuat seorang anak kecil mampu berontak," ujar sosok yang juga penulis ini.

Dia menyebutkan, selain mengandung nilai-nilai karakter, novel "Rumah di Tengah Sawah" adalah potret kekinian terhadap fenomena penggusuran rumah dan lahan orang-orang susah yang banyak terjadi di sudut-sudut kota. Meski latar ceritanya tahun 1980-an namun realita sesungguhnya masih ditemukan hingga saat ini.

Sementara menurut Irzen Hawer, studi ekstrinsik yang menonjol dalam novel "Rumah di Tengah Sawah" adalah unsur pendidikan dan unsur sosial.

"Kesulitan untuk meraih impian dalam jalur pendidikan sedang trend pada beberapa novel pengarang Indonesia di satu dekade akhir-akhir ini," ungkapnya.

Dia mengungkapkan, gesekan sosial dengan tetangga akibat tekanan ekonomi di dalam novel “Rumah di Tengah Sawah”, yang berlanjut keributan ayah Agam (tokoh utama) dengan ayah Anton tetangganya terpicu oleh hal sepele lalu memunculkan tokoh Agam, Bondan dan Anton sebagai penyelamat dan pahlawan konflik orangtua mereka.

"Apa yang dilakukan Agam, Bondan, Anton, wajib ditiru dan diteladani anak-anak Indonesia sekarang, kalau kita tak ingin bangsa ini ke depannya mengalami "paceklik sosial"," ujar Irzen Hawer yang juga guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Negeri 1 Batipuh, Tanahdatar.

Meskipun demikian, baik Lili Asnita maupun Irzen Hawer sependapat, bahwa ending novel “Rumah di Tengah Sawah” menggantung dan berkemungkinan disengaja pengarang untuk mengundang rasa penasaran pembaca.

"Benar, sebab ‘Rumah di Tengah Sawah’ adalah novel trilogi, dan semoga tahun depan bisa terbit novel berikutnya," ujar Muhammad Subhan, sang pengarang.[rgu]

Bedah novel “Rumah di Tengah Sawah” terselenggara berkat kerjasama Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia dengan Majalah “Pita Biru” SMP Negeri 2 Padangpanjang dan Sanggar Seni Dunia Kita Padangpanjang.[rgu]

Tak Ada Niat Baik Selesaikan Sengketa, Yayasan Pendidikan Al Hidayah Permainkan Warga

Sebelumnya

Pembatalan Kenaikan UKT oleh Menteri Nadiem Tidak Menyelesaikan Masalah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Pendidikan