Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Edy Setyadi mengatakan, selama ini usaha mikro menganggap proses perbankan terlalu sulit, dan susah membuat laporan keuangan yang diinginkan perbankan.
"Kehadiran UMKM ini mendekatkan usaha formal yang pengawasnya sesuai UU yakni OJK," katanya dalam dalam Sosialisasi Undang-undang nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) beserta Peraturan Pelaksanaannya di hotel Grand Aston, Jalan Balai Kota Medan Rabu (26/8).
Dikatakan Edy, OJK mengawasi sekira Rp7000 triiun dari Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dan perbankan. Jadi bila usaha mikro bergabung maka asetnya lebih besar lagi.
"LKM berfungsi seperti bank sekaligus sebagai wadah konsultasi untuk membantu mereka dan bisa akses nanti ke perbankan," ujarnya.
Kepala Kantor Regional 5 Sumatera OJK, Ahmad Sukro Tratmono menambahkan, bentuk badan hukum LKM adalah PT dan koperasi.
PT sahamnya minimal 60 persen dimiliki Pemda kabupaten/kota, badan usaha milik desa (BUM Desa) atau Badan Usaha milik kelurahan. Sisa kepemilikan hanya dapat dimiliki perseorangan (maksimal 20 persen) dan koperasi.
"LKM dilarang dimiliki asing baik langsung atau tak langsung," jelasnya.
Diungkapkannya, permodalan LKM ditetapkan kelurahan/desa Rp50 juta, kabupaten/kota Rp100 juta dan kabupaten/kota Rp500 juta.
"Khusus untuk LKM yang sudah berdiri dan beroperasi sebelum belakunya UU LKM seperti bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai, badan kredit desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan lembaga lainnya wajib memperoleh ijin OJK. Bagi yang tidak memperolehnya sampai batas waktu tersebut akan dikenakan sanksi," ungkapnya.
Untuk pengawasannya, katanya, akan didelegasikan ke Pemprovsu, Pemkab/Pemko sampai pedesaan tapi tetap dibawah naungan OJK. "Akan segera kita delegasikan," pungkasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA