Saat ini, BUMN berpesta pora karena mendapat penyertaan modal negara (PMN) 2016 sebesar Rp 39,5 triliun. Bahkan sejak Jokowi jadi presiden, ada perubahaan kebijakan anggaran setiap tahun.
"Dengan besarnya anggaran yang diterima, BUMN di era Jokowi berpesta-pora dapat menikmati dana segar tanpa perlu bekerja keras. Tidak seperti zamannya Pesiden SBY," kata Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Rabu, 19/8).
Di era SBY berkuasa, jelas Uchok, BUMN harus gigit jari alias tidak selalu mendapat PMN. Dari tahun 2010 - 2014 saja, PMN yang diberikan Presiden SBY kepada BUMN baru sebesar Rp 24,2 triliun saja.
"Tetapi, sejak Jokowi dan menteri BUMN Rini, pada tahun 2015, alokasi PMN untuk BUMN sebesar Rp 64,8 triliun, dan alokasi PMN untuk tahun 2016 sebesar Rp 39,4 triliun," ujarnya.
Di era Jokowi juga, kata Uchok, selama dua tahun saja, dari 2015-2016, alokasi PMN bisa mencapai Rp 104,2 triliun. Akhirnya, rakyat yang harus gigit jari.
Uchok menambahkan, kemurahan hati Jokowi kepada BUMN ini tidak mempedulikan bahwa BUMN selalu dijadikan sebagai bancakan partai politik. Dan dampak dari bancakan partai atas BUMN adalah perusahaan selalu merugi, untung selalu minim, serta aset aset perusahaan selalu untuk dijual oleh pemerintah.
"Memang, ada tugas BUMN dari pemerintah dalam rangka pemenuhan kewajiban pelayanan negara kepada masyarakat. Tetapi tugas suci BUMN tidak selalu iklas untuk dilaksanakan untuk pelayanan kepada rakyat," katanya. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA