Rencana pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM akan memberikan remisi dasawarsa kemerdekaan kepada seluruh narapidana, termasuk para napi kasus korupsi menuai kritikan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai koruptor tidak layak dapat remisi. ICW juga meminta nama-nama koruptor yang diberikan remisi agar dipublikasikan ke masyarakat.
Peneliti ICW Lalola Easter mengatakan pihaknya telah menyampaikan surat permohonan informasi ke Kemenkumham untuk membuka seluruh nama calon narapidana korupsi yang akan menerima remisi dasawarsa. Menurutnya, hal tersebut sebagai bukti tidak ada koruptor yang masih mendapatkan perlakuan istimewa.
"Permintaan ini sangat pentingbukan hanya karena informasi itu merupakan hak publik," katanya di Jakarta, kemarin.
Dia menekankan, keterbukaan informasi ini juga sekaligus membantu menjaga komitmen pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. "Jadi kita minta informasi bukan cuma nama, tapi alasan kenapa orang ini dirasa berhak menerima remisi," terangnya.
Lola menuturkan, ada beberapa syarat remisi diberlakukan terhadap beberapa tindak pidana luar biasa seperti korupsi, terorisme, narkotika, kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah no 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal 34A ayat (1) dan Pasal 34B ayat (2) PP 99/2012 mengatur tiga syarat yang harus dipenuhi secara kumulatif oleh narapidana kasus korupsi.
Di antaranya, napi yang bersangkutan bersedia menjadi justice collaborator, sudah melunasi uang pengganti dan denda, serta mendapat pertimbangan tertulis dari lembaga yang menangani perkaranya. "Kalau sampai PP 99/2012 ini diterapkan, itu akan jadi sebuah kemajuan yang luar biasa dari pemerintah terkait dengan komitmen mereka memberantas korupsi. Karena PP 99/2012 ini mengatur tiga syarat untuk penerima remisi," katanya.
Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, menambahkan pemberantasan korupsi merupakan satu agenda penting pemerintah dan pengetatan pemberian remisi kepada narapidana korupsi adalah salah satu bagian dari strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun 2012-2025 (Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012).
"Pemberian remisi kepada narapidana korupsi yang tidak memenuhi ketentuan di hari kemerdekaan Republik Indonesia dapat merusak citra pemerintah dan mencederai semangat peringatan hari kemerdekaan, termasuk di dalamnya merdeka dari korupsi," katanya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan pemerintah akan tetap memberi remisi kepada seluruh narapidana di Hari Kemerdekaan RI ke-70 tak terkecuali napi kasus korupsi. "Itu kan hak orang, kalau hak kita dicabut itu kan kurang baik," katanya.
Menurut Yasonna, dalamremisi dasawarsa di Hari Kemerdekaan ke-70 ini, semua napi akan memperoleh remisi kecuali terpidana mati, seumur hidup dan napi yang melarikan diri. Dia mengatakan bahwa remisi dasawarsa adalah bonus di hari peringatan kemerdekaan sepuluh tahunan.
Dia menjelaskan, PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tidak digunakan dalam peringatan dasawarsa kemerdekaan ini. "Itu bonus dari Republik Indonesia merdeka setiap dasawarsa," ujarnya.
Menurut Yasonna, jika seorang narapidana tidak diberi remisi, berarti pemasyarakatan gagal dalam membina manusia. Sebab, narapidana yang mendapatremisi harus berkelakuan baik. "Sehingga napi yang tidak dapat remisi berarti pemasyarakatan gagal membina napi menjadi lebih baik," tandasnya.
Untuk diketahui, jelang ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-70, pemerintah berencana memberikan remisi bagi 118 ribu narapidana, termasuk narapidana korupsi dan narkoba. Pemberian remisi itu didasari Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1955 tentang Pengurangan Pidana Istimewa pada Hari Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan (Keppres 120/1955).
Berdasarkan aturan tersebut, seorang terpidana bisa mendapatkan pengurangan masa hukuman hingga 3 bulan. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA