Pemerintah berencana akan mengumumkan kepastian naik-tidaknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk periode Agustus 2015.
Pengumuman itu diperkirakan pada minggu ini. Untuk BBM, kalau jadi naik maka kemungkinan harga Premium menjadi Rp 8.000 per liter dari harga saat ini sebesar Rp 7.300 per liter.
Rencana itu dibeberkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan, Jumat (14/8). Sedangkan kenaikan TDL menurut dia pada 10 tarif tenaga listrik. Dia mengatakan setiap bulan tarif listrik non subsidi bisa turun, tetap atau naik, dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang dolar AS terhadap mata uang rupiah (kurs) harga minyak dengan acuan Indonesia Crude Price (ICP) dan pengaruh inflasi.
Sementara di sisi lain, menurut Heri lagi, dengan sifat APBN yang proyeksi dimana ketersediaan dana akan bergantung sejauhmana proyeksi penerimaan sesuai UU No 3 Tahun 2015, bisa dijalankan.
Nah, sekarang seluruh target penerimaan sedang turun. Ekspor defisit migas atau non migas, semuanya defisit. Lalu dana untuk belanja negara? "Ini merupakan konsekuensi yang rumit yang harus dihadapi," kata Heri.
Politisi Partai Gerindra tersebut tidak setuju kebijakan itu dilaksanakan. "Kalau kenaikan tersebut sampai terjadi, maka sungguh sangat disayangkan. Dan ini adalah langkah yang terburuk. Naiknya BBM dan TDL hampir bersamaan," ujar Heri.
Dia membeberkan alasan mengapa langkah itu disesalkan. Pertama, harga minyak dunia sedang turun. Per 13 Agustus 2015 harga crude oil (nymex) turun 0,09 atau saat ini berada di kisaran 43,21 dolar AS per barrel. Kedua, Kenaikan harga BBM dan TDL pasti memicu kenaikan ongkos operasional dan angkutan yang akan merembes pada naiknya harga-harga. Dan kenaikan itu akan sulit untuk turun lagi.
Ketiga, kenaikan harga BBM dan TDL itu pasti akan memicu inflasi yang lebih tinggi. Saat ini, inflasi kita masih tinggi. Laporan BPS per Juli 2015 sebesar 7,26 persen (year to year). Kenaikan inflasi itu terjadi karena adanya kenaikan harga-harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks harga pengeluaran.
Keempat, kenaikan harga BBM dan TDL tersebut akan memukul kegiatan usaha-usaha, terutama IKM dan UKM yang sedang kesulitan ongkos operasional dan produksi. Dan kelima, kenaikan harga BBM dan TDL tersebut ujungnya akan memicu gelombang pengangguran yang lebih tinggi. Saat ini, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) naik 300 ribu orang.
Berdasarkan kelima indikator tersebut, tegas Heri, maka langkah kenaikan harga BBM dan TDL tidak bisa diterima akal sehat. "Pemerintah sepertinya sedang menjebloskan rakyatnya yang sedang sulit menjadi tambah melarat. Rasa kemanusiaan pemerintah menjadi dipertanyakan. Awas, ini jadi kado Hari Kemerdekaan," katanya.
Dia menegaskan pula kalau nilai tukar rupiah yang tinggi selalu menjadi alasan klise untuk menutupi kerugian Pertamina dan PLN. Pertanyaannya, lalu keuntungan BUMN yang sebelumnya sudah disuntik dengan Penyertaan Modal triliuan rupiah kemana?
Ada sinyalemen kuat bahwa sebetulnya kenaikan ini untuk menggenjot tingkat penyerapan belanja pemerintah, yang masih sangat rendah yang justru menjadi penyebab utama lemahnya konsumsi pemerintah.
Belanja modal, misalnya, baru mencapai 15,3 persen dari total alokasi APBN-P 2015. Situasi itu kemudian merembes pada melemahnya konsumsi rumah tangga karena daya beli yang terus menurun.
"Kegagalan pemerintah menjalankan kebijakan fiskal yang buruk, jangan dibebankan kepada rakyat yang sedang susah. Cari makan saja, sekarang ini sulit. Apalagi sekarang akan ditambah lagi dengan kenaikan harga BBM yang akan memicu naiknya harga-harga," tegas Heri lagi.
Pemerintah ini ujarnya, diamanati tanggung jawab untuk mensejahterakan, bukan malah menyusahkan rakyatnya. Pemerintah mestinya harus lebih kreatif lagi. Disiplin fiskal mesti dijalankan, utang luar negeri dikurangi, dan penerimaan dari pajak dan dividen (keuntungan) BUMN mestinya bisa dimaksimalkan.
"Apalagi, sebelumnya mereka telah disuntik dengan PMN triliunan rupiah. Lalu, apa manfaatnya uang triliunan rupiah itu ke BUMN, kalau ujung-ujungnya merugi dan setelah itu dibela mati-matian dengan menaikkan harga BBM. Ini aneh bin ajaib dan hanya terjadi di Pemerintahan Jokowi-Kalla," demikian Heri. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA