Sejarah mencatat, Indonesia yang dulu dikenal Nusantara pernah menjadi negara atau kerajaan terbesar yang disegani pada zamannya, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memiliki pengaruh di Asia sampai Afrika. Kekuatan Armadanya juga luar biasa dan disegani pihak lain.
Demikian Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Twedy Noviady Ginting, dalam Kaderisasi Tingkat Pelopor yang diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMNI) di Wisma PHI, Cempaka Putih (Jumat, 14/8).
Secara geopolitik, lanjut Twedy, Indonesia memiliki potensi geopolitik yang luar biasa, di antara dua samudera, yakni Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik, serta di antara dua Benua, yakni Asia dan Australia. Dengan demikian, Indonesia penjadi penghubung dunia bagian utara ke selatan, begitu juga sebaliknya. Penghubung dunia bagian Timur ke barat, begitu juga sebaliknya.
"Indonesia juga memiliki perairan strategis yang menentukan hidup matinya jalur perdagangan dunia serta memiliki kekayaan Sumber daya Alam yang luar biasa. Dengan demikian, bila potensi geopolitik tersebut dikelola dengan baik, maka Indonesia sebagai negara maritim terkuat adalah sebuah keniscayaan." Tambah Twedy.
Dalam kesematan yang sama, pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, yang menjadi narasumber dalam kaderisasi GMNI mengutarakan bahwa Bung Karno, Presiden pertama RI adalah Presiden yang memahami dan mampu menggunakan potensi geopolitik Indonesia sebagai negara maritim.
"Selanjutnya, yang meluruskan kembali platform pengaturan kesejahteraan pada konsep kemaritiman adalah Presiden Jokowi. Meski hampir satu tahun pemerintahan Presiden Jokowi belum terlihat jelas. Pemerintahan Jokowi wajib segera melakukan langkah-langkah nyata," ungkap Connie.
Dalam konteks ASEAN, Connie menyampaikan ASEAN bukan ancaman, namun bahaya ketika Indonesia gagal menjadi leader dalam wadah yg sangat strategis bagi Indonesia dalam mewujudkan tujuan sbg Poros Maritim Dunia.
"Dalam politik Hankam, ASEAN adalah modal dasar membangun kepercayaan dalam bersikap bagi Indonesia selain keberadaan konferensi Asia-Afrika." tegas Connie. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA