Ancaman defisit anggaran menjadi permasalahan serius Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di tahun keduanya beroperasi. Kalangan pengamat menyarankan agar iuran BPJS Kesehatan dinaikan demi menjaga keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut.
Pengamat jaminan sosial yang juga Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Hasbullah Thabrany mengatakan, BPJS Kesehatan perlu mempersiapkan dana cadangan untuk mengantisipasi terjadinya defisit. Dia mengusulkan, dana cadangansebaiknya disediakan 10 persen dari estimasi klaim yang diberikan rumah sakit kepada BPJS Kesehatan.
"Orang sakit kan tidak ada jadwalnya, karena itu yang terbaik adalah menyediakan dana cadangan. Sehingga, kalau ada yang sakit jumlahnya lebih tinggi, masih ada cadangan," ujarnya.
Hasbullah mengingatkan, iuran untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus memadai. Dimana jumlah yang dibayarkan kepada dokter dan rumah sakit sesuai dengan jenis penyakit yang diobati, sehingga tidak ada yang dirugikan.
Dia melihat defisit yang terjadi dalam tubuh BPJS Kesehatan masih wajar, mengingat Indonesia masih belum berpengalaman dalam mengelola jaminan kesehatan masyarakatnya. "Memang ini masih menjadi pekerjaan rumah, karena ini barang baru. Jadi, kita maklumi memang belum sempurna. Nah, itu yang harus direvisi oleh Kementerian Kesehatan," katanya.
Hasbullah berpendapat kenaikan iuran bisa menjadi solusi. "Jika dana yang masuk sudah memadai, maka BPJS bisa meningkatkan pelayanan kepada peserta," tandasnya.
Ketua Tim Penyusunan Sistem Jaminan Sosial Nasional 2001-2004, Sulastomo mengatakan, BPJS Kesehatan harus mengatasi peluang defisit akibat klaim yang harus dibayar lebih besar daripada pemasukan dari iuran anggota. "Salah satu yang bisa dilakukan adalah menaikkan besaran iuran," katanya.
Menurutnya, masalah yang timbul dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan adalah sesuatu yang lumrah mengingat jumlah peserta mencapai 150 juta orang, dan program ini baru berjalan kurang dari dua tahun. "Klaim yang harus dibayar pun menjadi besar, sedangkan di sisi lain iuran tak naik. Rasio klaim menjadi 102 persen. Idealnya, rasio ini adalah 90 persen," katanya.
Meski demikian, Sulastomo mengingatkan kenaikan iuran tak akan serta merta menyelesaikan masalah. Anggota DPR pernah menyampaikan keberatan atas rencana kenaikan iuran, bahkan kenaikan tersebut bisa mendapat penolakan dari masyarakat. "Sistem yang sudah berjalan perlu dievaluasi apakah sudah efektif dan efisien atau belum pelaksanaannya.Misalnya, bagaimana besaran paket tarif dalam INA-CBGs, lalu ketersediaan obat-obatan," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengakui kinerja BPJS Kesehatan hingga akhir tahun ini masih mencatatkan defisit senilai Rp 6 triliun. Menurutnya, defisit tersebut lantaran ketidakcocokan antara total iuran masuk dengan biaya pelayanan kesehatan. [hta]
KOMENTAR ANDA