Pancasila 1 Juni 1945 yang dirumuskan oleh Bung Karno dalam sidang BPUPKI 29 Mei-1 Juni 1945 merupakan jawaban atas pertanyaan mendasar Para Pendiri Bangsa tentang di atas dasar apakah negara ini hendak didirikan. Jawaban Bung Karno tentang Dasar Negara ini sangat fundamental bagi kelangsungan negara bangsa yang didirikan di atas keragaman politik, sosiologis, kultural dan dalam suasana revolusi nasional.
Demikian di antara manifesto politik Kongres III PAN GMNI dengan tema Jalan Trisakti Menuju Tatatan Masyarakat Pancasila. Manifesto ini dibacakan dalam penutupan Kongres oleh Andreas Pareira, salah satu anggota SC Kongres III GMNI di Jakarta, Sabtu malam (8/8).
Andreas melanjutkan, Pancasila 1 Juni 1945 merupakan Dasar Negara merupakan pokok kaidah fundamental yang mempunyai kekuatan sebagai grundnorm dan karenanya Pancasila adalah cita-cita hukum yang menjadi pemandu seluruh produk hukum Negara. Dengan demikian, penyusunan, penerapan, dan pelaksanaan hukum positif yang mengatur seluruh dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan perwujudan mutlak Pancasila sebagai ideologi negara.
Pelaksanaan Pancasila, lanjutnya, hanya dapat dijalankan secara benar dan konsisten dengan strategi yang senafas dan seirama yaitu Trisakti ajaran Bung Karno, berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam berkebudayaan. Konsep Trisakti pada masanya lahir sebagai antitesa terhadap ancaman neokolonialisme dan neoimperialisme di segala dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara yang dijalankan oleh para musuh-musuh revolusi Indonesia dan kompradornya.
Masih dalam manifesto yang dibacakan Andreas disebutkan bahwa pelaksanaan Trisakti sebagai platform perjuangan mewujudkan tatanan Masyarakat Pancasila dihadapkan oleh berbagai tantangan dan peluang kebangsaan yang makin dinamis di tengah interaksi dan persaingan kawasan Asia Pasifik maupun antar negara bangsa di dunia. Potensi Indonesia sebagai negara besar yang kaya sumberdaya alam, sumberdaya manusia unggul, dan letak geografis yang strategis, merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional yang harus dikelola dengan baik guna sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
"Kita tidak boleh lengah dan terpedaya oleh muslihat dan skenario musuh-musuh Pancasila, baik dari dalam maupun luar, yang selalu bertekad untuk menanamkan kekuasaan dan mengamankan kepentingannya di Indonesia demi hajat hidup dan kemakmuran sendiri," ungkapnya.
Trisakti, sambungnya lagi, tidak boleh hanya berhenti dalam ruang formalitas, slogan dan kampanye politik, serta legitimasi kekuasaan belaka. Trisakti, sebagai platform perjuangan, harus diintegrasikan dalam berbagai kebijakan strategis negara dan menjadi orientasi bagi penyelenggara kekuasaan negara guna mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
"Pelaksanaan Trisakti menuntut satunya pikiran, perkataan dan perbuatan seluruh aparatus kekuasaan negara dan seluruh kekuatan bangsa yang dijiwai oleh Pancasila dan dipandu oleh kepemimpinan politik yang sadar, memahami dan berkomitmen untuk mewujudkannya," demikian Andreas, membacakan bagian manifesto. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA