post image
KOMENTAR
Nahdlatul Ulama seperti mulai ketularan penyakit parpol: terancam gampang pecah. Indikasi ini terlihat dalam pelaksanaan Muktamar NUke-33 di Jombang, Jawa Timur, kemarin. Sekitar 400 muktamirin meninggalkan acara dan mengancam menggelar muktamar tandingan.

Kemarin adalah hari kelima muktamar NU, sekaligus hari penutupan. Tidak seperti hari-hari sebelumnya yang diwarnai ricuh, di hari terakhir muktamar ini berjalan cukup lancar. Soalnya, 400 muktamirin yang tidak setuju dengan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) dalam pemilihan Rais Aam, memilih meninggalkan Alun-alun Jombang, lokasi pleno muktamar, dan pergi ke Pondok Pesantren Tebuireng, tempat kediaman Shalahuddin Wahid, salah satu kandidat ketua umum NU.

Baru setelah itu KH Mustafa Bisri dipastikan terpilih menjadi Rais Aam NU dalam rapat yang dilakukan tim Tim AHWA. Sebelumnya, memang dilaksanakan pemilihan 9 anggota AHWA yang betugas memilih ketua umum. Sebelum bersidang, Tim AHWA ini mendapat surat dari Gus Mus, sapaan akrab Mustafa Bisri, yang menyatakan tak bersedia menjabat Rais Aam lagi. Namun, Tim AHWA tetap menunjuk. Surat itu hanya dianggap sebagai bentuk ketidakambisian Gus Mus. AHWA juga menunjuk KH Ma'ruf Amin sebagai Wakil Rais Aam.

"Setelah mendengarkan dan mencermati pendapat dan usulan anggota AHWA, rapat memutuskan dan menetapkan dengan berbagai pertimbangan terutama dari KH Maimun Zubair, tetap meminta KH Mustafa Bisri sebagai Rais Aam periode 2015-2020," ucap jubir Tim AHWA Syaifullah Yusuf saat pengumuman hasil sidang pukul 8.30 malam.

"Jadi surat ketidaksediaan KH Mustafa Bisri malah dianggap sebagai suatu akhlakuk karimah yang tak mau berebut jabatan, kira-kira begitulah. Dan bila KH Mustafa Bisri masih tetap tak bersedia misalnya, penggantinya adalah KH Ma'ruf Amin," tambah Wagub Jawa Timur ini.

Selesai sidang AHWA ini, proses dilanjutkan ke sidang pemilihan ketua tanfidziyah alias ketua umum NU. Hingga tulisan ini selesai dibuat, proses pemilihan ketua umum masih berlangsung. Hampir dipastikan KH Said Aqil Siradj terpilih lagi sebagai ketua umum NU. Soalnya, sebelum pemilihan digelar dua rival beratnya, Shalahuddin Wahid dan KH Hashim Muzadi juga sudah meninggalkan arena muktamar. Tinggal tersisa satu kandidat lagi, As'ad Said Ali yang kurang diunggulkan.

Sore sebelum pemilihan 9 AHWA selesai, sekitar 400 peserta memilih meninggalkan lokasi muktamar. Mereka berbondong-bondong datang ke Ponpes Tebuireng, tempat kedian Gus Solah, sapaan akrab Shalahuddin Wahid, untuk menggelar rapat khusus. Gus Solah dan Hasyim Muzadi juga ada di tempat itu. Selesai rapat, mereka masuk ke masjid di lokasi itu untuk menggelar istighasah.

Dari hasil rapat itu, mereka berkesimpulan muktamar Jombang tidak sesuai AD/ART, terutama karena memaksakan sistem AHWA. Makanya, mereka berencana menggugat hasil muktamar itu dan akan menggelar muktamar tandingan.

Hasyim Muzadi berusaha menenangkan para pendukungnya. Dia mengimbau agar tak ada muktamar tandingan atau muktamar luar biasa (MLB). "Kalau bikin NU tandingan atau muktamar luar biasa, NU akan pecah. Menghindari kerusakan itu lebih didahulukan daripada mengambil manfaat. Kalau itu terjadi, maka orang lain semakin memecah-belah Nahdlatul Ulama," pesannya.

Namun, eks Ketua Umum PBNU ini setuju, panitia telah banyak mengecewakan peserta yang tak setuju penerapan sistem AHWA. "Cara panitia melakukan kepada peserta, itu sangat tidak pantas, terutama kepada ulama-ulama," imbuhnya.

Saat ini, lanjutnya, PBNU sudah demisoner. Dengan begitu, artinya sudah tidak ada lagi PBNU. "Kalau sudah tidak ada PBNU, berarti panitia muktamar juga tidak ada. Kembali kekuasaan berada pada wilayah dan cabang-cabang. Demikian menurut organisasi NU," cetusnya.

Tapi, Hasyim kembali menegaskan tidak ingin jika para pengurus cabang dan wilayah yang menggelar muktamar luar bisa dan memilih dirinya menjadi Rais Aam. "Sekali pun misalnya mereka memenuhi kuorum, saya tidak bersedia diangkat dipilih menjadi Rois Aam. Bukan karena tidak menghormati mereka, tapi supaya menjaga NU tidak terbelah," tandasnya.

Gus Solah juga tak setuju usulan muktamar luar biasa. Namun, dia tak menolak tempatnya dijadikan rapat para DPW dan DPC NU.

"Mereka mengadakan di sini, saya tidak tahu. Saya tidak setuju ada MLB. Tapi kalau mereka rapat dan menghasilkan keputusan, kan nggak ada salahnya," cetusnya.

Gus Solah menuding, proses muktamar itu bermasalah. Karena muktamarnya bermasalah maka sebagai keputusannya juga tidak sah. Untuk itu, dia setuju jika hasil muktamar ini digugat secara hukum. "Saya ikut mendukung upaya hukum. Yang saya tidak setuju ada MLB. Apalagi (MLB) dilakukan di Tebuireng. Bagaimana nanti para pendiri yang makamnya disini," tandasnya.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel