Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mempertanyakan ketelitian Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang tidak memeriksa masuknya pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP untuk disetujui DPR RI.
Pengajuan pasal ini menuai kontroversi karena sudah dicabut Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu.
"Kita pertanyakan proses di kemenkumham, ketelitian mereka melihat pasal yang tidak bisa dicantumkan kembali," ujar Fahri di Gedung Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/8).
Lebih jauh Fahri menilai, jika pemerintah tetap mengajukan pasal penghinaan tersebut, sama artinya pemerintah tidak ingin mendapat kritik. Menurut politisi PKS itu, presiden, pimpinan DPR memiliki status yang sama sebagai pejabat negara serta abdi masyarakat.
"Kritik pribadi ke pejabat negara kita kadang-kadang harus dibiarkan, agar pejabat negara tambah baik dan instrospeksi diri, itu konsekwensi jadi pejabat. Kalau tidak mau dikritik jangan jadi pejabat negara," sambungnya.
Fahri menambahkan, jika pasal yang telah dibatalkan MK dihidupkan kembali maka, hal ini merupakan mundurnya proses demokrasi di Indonesia.
"Saya nggak tahu bagaimana pemerintah bisa mengajukan draf yang tidak diverifikasi dengan yang diputusakan MK, ini patut dipertanyakan ketelitian Menkumham dalam memeriksa pasal-pasal mana yang telah diputuskan MK," pungkas Fahri.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA