post image
KOMENTAR
Sejumlah insiden kericuhan dalam Muktamar NU ke 33 harus menjadi pelajaran bagi para pengurus NU dan panitia.

Sebab, muara kericuhan tersebut sebenarnya berasal dari panitia dan elit PBNU yang seolah sengaja berpolemik dengan mengabaikan AD-ART, serta membiarkan intervensi partai politik dalam sejumlah kegiatan formal muktamar.

Hal itu diungkapkan sejumlah peserta Muktamar yang mengaku prihatin pada berbagai gejala kecurangan yang dilakukan secara sistematis oleh panitia muktamar.

Rais Syuriah PWNU Lampung, Aliman Marzuqi mengungkapkan, indikasi tersebut terlihat sejak menjelang Muktamar, yakni dengan adanya upaya penerapan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) secara paksa oleh panitia dan elit PBNU.

Pemaksaan kata Aliman sudah mengarah pada premanisme.

"Karenanya kami menolak cara-cara premanisme tersebut," ujarnya, Selasa (4/7).

Ia menguraikan, sejak awal, Ahwa mendapat penolakan karena tak sesuai AD-ART. Tapi terus dipaksakan dengan berbagai cara. Dari mulai registrasi peserta yang diwajibkan menandatangani form persetujuan Ahwa hingga mengulur-ulur waktu persidangan dan mempersulit peserta yang menolak Ahwa.

"Padahal jika sejak awal Muktamar Panitia dan elit PBNU sadar dan tidak memaksakan upaya pelanggaran AD-ART, muktamar berjalan lancar. Buktinya, setelah Ahwa dibatalkan, semua sidang komisi hingga LPJ tidak terjadi insiden apapun," ujarnya.

Penolakan sistem Ahwa menurut Aliman, bukan tanpa sebab. Hal itu terjadi lantaran sembilan puluh persen Muktamirin memang taat AD-ART dan mengetahui adanya indikasi kecurangan yang akan dilakukan melalui sistem tersebut. Kecurangan para pendukung Ahwa tersebut diantaranya dilakukan melalui upaya suap terhadap para pengurus wilayah dan cabang NU, serta intervensi dan intimidasi yang dilakukan oleh partai politik.

Adanya upaya penyuapan dan intervensi Parpol diakui sejumlah Muktamirin. Ketua PCNU Rokan Hulu Riau, H. Muhyiddin, misalnya, mengaku didekati Ketua PKB  Siak, Riau yang memintanya menandatangani persetujuan Ahwa dengan bayaran Rp 20 Juta.

"Awalnya dia menawarkan Rp 10 juta, kemudian meningkat Rp 15 juta hingga Rp 20 juta agar mau mengajukan Sembilan nama calon Ahwa. Ini kan riswah (penyuapan)," tandasnya.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel