post image
KOMENTAR
Tingginya nilai tukar dolar AS dan lesunya kondisi ekonomi yang dipadukan dengan kekeringan panjang saat ini agak mirip kondisi Indonesia saat mengalami krisis 1998.

Hal itu sebagaimana disampaikan Ekonom Universitas Indonesia Yusuf Wibisono saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL (Sabtu, 1/8).

"Ya, ada kemiripannya," ucapnya.

Yusuf melihat, untuk sampai ke krisis seperti 1998, memang masih jauh. Tapi, tanda-tanda bahaya bagi kondisi ekonomi sudah sangat terlihat jelas. Tingginya nilai dolar, kenaikan BBM, kenaikan TDL, kenaikan gas elpiji, dan penurunan daya beli masyarakat telah membuat ekonomi nasional lampu kuning. Belum lagi ditambah dengan ancaman kekeringan panjang yang bisa berujung pada gagal panen dan krisis pangan.

"Kekeringan ini semakin membuat kita bahaya. Dengan kekeringan ini akan terjadi kenaikan harga pangan. Masyarakat kecil bahkan juga petani kita akan sangat terpukul. Sebab, selain produser, petani kita juga konsumen. Saat gagal penen mereka tidak punya penghasilan tapi mereka juga harus beli pangan mahal untuk kebutuhannya," jelasnya.

Sayangnya, kata Yusuf, tidak ada langkah sistematis yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi itu. Saat ini pemerintah hanya baru bisa bagi-bagi pompa air. Padahal, pompa itu tidak akan ada gunanya jika air di sungainya juga tidak ada.

"Belum ada langkah sistematis. Padahal, el nino ini kan sudah bisa diprediksi sejak jauh hari. Harusnya ada langkah-langkah konkret yang bisa meminimalkan gagal panen," jelasnya.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel