MBC. Ombudsman RI Perwakilan Sumut "menantang" Walikota Medan "membersihkan" berbagai bentuk pungutan yang memberatkan orangtua selama proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2015. Ini bisa dilakukan dengan menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Medan, agar memerintahkan seluruh satuan pendidikan baik SD, SMP dan SMA tidak melakukan pungutan.
Bahkan, bagi satuan pendidikan yang sudah sempat melakukan pungutan, harus segera mengembalikannya. Karena uang itu sangat dibutuhkan para orang tua. Terlebih baru selesai lebaran yang telah menghabiskan anggaran untuk kebutuhan lebaran," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar melalui rilisnya, Jumat (24/7/2015).
Tantangan ini disampaikan Abyadi mengingat tingginya komitmen walikota selama ini terhadap perbaikan pelayanan publik. Padahal fakta dilapangan, praktik itu masih sering ditemukan.
"Ada beberapa ketentuan peraturan yang dengan tegas melarang satuan pendidikan melakukan pungutan," tegas Abyadi.
Di antara peraturan yang melarang pungutan tersebut adalah, seperti Permendikbud No 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.
Dalam Pasal 11 ditegaskan, pungutan tidak boleh dilakukan kepada peserta didik atau orangtua/wali yang tidak mampu. Kemudian, pungutan tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik dan penilaian hasil belajar.
Dalam Pasal 16 juga ditegaskan, bagi satuan pendidikan pendidikan dasar yang telah melakukan pungutan yang bertentangan dengan Permendikbud tersebut, harus mengembalikan sepenuhnya kepada peserta didik/orangtua/wali peserta didik.
Kemudian, larangan pungutan itu juga ditegaskan dalam Permendikbud No 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam Pasal 4 ditegaskan, pengadaan pakaian seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orangtua atau wali peserta didik dan tidak boleh dikaitkan dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau kenaikan kelas. Dalam Pasal 6, dijelaskan bahwa, sekolah yang melanggar ketentuan dalam Permendikbud ini akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
Ketentuan larangan berikutnya ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam Pasal 181, ditegaskan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan. Selain itu, juga dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 198 juga ditegaskan, Dewan Pendidikan/Komite Sekolah dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan. Komite Sekolah juga ditegaskan dilarang menciderai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru serta melaksanakan kegiatan lain yang menciderai integritas satuan pendidikan.
Lebih rinci, Abyadi menjelaskan, dalam pasal 1 Permendikbud No 44 tahun 2012, juga diuraikan apa yang dimaksud pungutan dan sumbangan.
"Pungutan itu merupakan penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan," tegas Abyadi.
Sedang sumbangan merupakan penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktu pemberian sumbangannya.
"Jadi, sudah sangat tegas peraturannya. Karena itulah, saya "menantang" Pak Walikota melaksanakan peraturan hukum ini," tegas Abyadi Siregar.[rgu]
KOMENTAR ANDA