Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkap ketidakkompakan para pembantu Presiden Joko Widodo. Bahkan dia menyebut ada menteri yang tidak tahu berterima kasih sehingga mengecilkan Presiden.
"(Ada) orang yang suka mengecilkan Presiden-nya dari belakang layar, tidak berterima kasih sudah diberi jabatan sebagai pembantu raja (Presiden)," kata Tjahjo, seperti dikutip dari Antara Senin, (29/6/2015).
Tjahjo tak sembarang tuding. Mantan Sekjen DPP PDIP ini mengaku mengantongi nama siapa saja menteri yang bertentangan dengan Presiden Joko Widodo. Namun dia enggan menyebutkan lebih lanjut nama-nama tersebut.
Meski begitu, dia memperingatkan kepada para menteri Kabinet Kerja untuk menanggalkan kemasan partai dan golongan profesional mereka, untuk fokus pada program kerja Pemerintah sesuai bidang masing-masing.
"Pembantu Presiden itu satu, artinya sudah tidak ada lagi sekat dari partainya. Semua itu kan pembantu Presiden, sesuai dengan bidangnya masing-masing," katanya.
Tjahjo mengatakan bahwa Presiden telah menginstruksikan semua menterinya untuk fokus bekerja dalam menjalankan pemerintahan.
Oleh karena itu, dia meminta kepada para menteri untuk tidak membuat pernyataan yang bertentangan dengan kebijakan Presiden kepada media.
"Beliau (Presiden Joko Widodo) sudah menginstruksikan kepada para menteri untuk fokus kerja. Saya juga mengajak para menteri untuk jangan membuat pernyataan yang bertentangan dengan pernyataan Presiden," katanya.
Jika ada perbedaan pandangan atau pendapat mengenai kebijakan pemerintah, Tjahjo menyarankan agar usul tersebut disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo.
"Saya kira Presiden Jokowi terbuka menerima pernyataan atau koreksi terhadap kebijakan beliau, apalagi di negara Indonesia yang demokratis ini. Silakan itu disampaikan kepada Presiden langsung dan tidak perlu penyampaiannya hanya di depan pers saja," katanya.
Mendagri menyampaikan hal itu sebagai tanggapan atas isu perombakan susunan atau "reshuffle" Kabinet Kerja.
"Khususnya apabila bicara soal reshuffle Kabinet, para menteri harus menyadari bahwa masalah tersebut adalah hak prerogatif Presiden, kapan saja beliau menginginkan itu atau tidak. Itu yang harus dihargai," ujarnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA