Publik media sosial terperangah mengetahui total utang pemerintah pusat hingga Mei 2015 sudah mencapai Rp 2.854 triliun. Utang ini naik sebesar Rp 62,28 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.
Warga pengguna media sosial heran mengetahui utang pemerintah Indonesia di era pemerintah Joko Widodo bukannya berkurang, namun bertambah.
Pemilik akun @wakabu pesimistis perekonomian Indonesia akan membaik lima tahun ke depan. Soalnya, pemerintahan sekarang masih gemar ngutang. "Pantas rupiah loyo terus, keberatan utang pemerintahnya," kicaunya.
Akun @tolib_aja berkicau, kasihan generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo, lantaran akan diwariskan utang menumpuk. "Presiden berikutnya bakal berat, nyapuin lagi utang segunung," cuitnya.
Akun @benzlobaz mempertanyakan kenapa utang pemerintah Indonesia terus bertambah setiap bulan. Meskipun subsidi BBM sudah dicabut dari APBN. "Terus, uang subsidi BBM yang dicabut hilang kemana?" tanyanya.
Akun @nurfarisha kecewa melihat harga BBM, sembako, tarif listrik, pajak dan kebutuhan hidup lainnya naik tajam di era pemerintahan Joko Widodo. "Kini utang negara pun naik lagi. Gigit jari rakyat Indonesia," katanya.
Akun @antondaryanto dulu berharap pemerintahan sekarang bisa mengurangi utang pemerintahan sebelumnya yang sudah cukup banyak. "Eh, ternyata sami mawon toh," celotehnya.
Akun @benz berpendapat, pemerintah kalau ngutang untuk subsidi BBM masih wajar. Tapi, kalau pemerintah ngutang untuk hal yang tidak jelas sungguh memprihatinkan. "Subsidi BBM dicabut kok masih bikin utang, piye toh pak?" tanyanya.
Akun @argon789 menilai, pemerintah sebelumnya masih lebih transparan dan akuntabel ketika mengutang. Sedangkan, pemerintahan sekarang tidak jelas. "SBY jelas ngutang untuk subsidi keperluan bangsa, lah sekarang?" cuitnya.
Akun @sikabayan mengingatkan, negara bisa bangkrut kalau pemerintah tidak bisa mengelola utang untuk menjalankan roda pembangunan. "Negara akan hancur kalau dipimpin bukan ahlinya. Makin parah aja ini negeri," ketusnya.
Akun @laborax berkelakar, pemerintahan sekarang yang baru berkuasa delapan bulan, sudah berhasil membuat pengangguran meningkat, rupiah terjun ke jurang, inflasi tinggi, ekonomi rakyat melemah. "Enakan zaman SBY ekonomi lebih stabil," klaimnya.
Akun @bronk.koz mengimbau, pemerintahan sekarang segera menyetop kebiasaan mengutang. "Jangan wariskan utang kepada anak cucu kita bung," imbaunya.
Berbeda, akun @agirobby bilang, utang pemerintah sekarang memang naik. Namun, diimbangi dengan ratio Produk Domestik Bruto (PDB) yang sehat. "Kalau utang naik PDB turun itu tandanya bagus," belanya.
Akun @cemong mengungkapkan, utang besar tidak bisa dijadikan alasan menyebut pemerintahan Joko Widodo gagal. "Walaupun utang besar, tapi perekonomian sekarang membaik loh," belanya.
Akun @abud menyarankan, pemerintah mengajak pengusaha kaya raya membantu pembayaran utang negara. "Pengusaha naikkan saja pajaknya, uangnya untuk lunasi utang. Gitu aja kok repot," katanya.
Akun @rudyakira tak keberatan pemerintah menambah utang. Asalkan utang tersebut dipergunakan untuk keperluan produktif seperti membangun infrastruktur dan sumber daya manusia. "Amerika dan Jepang utang luar negerinya puluhan kali lipat dibanding Indonesia, tapi mereka tetap maju," kicaunya.
Anggota DPR Nasril Bahar mempertanyakan tambahan utang pemerintah bulan lalu sebesar Rp 68, 28 triliun. "Katanya kenaikan harga BBM bertujuan menyehatkan fiskal. Tetapi pada kenyataannya tahun ini malah pemerintah berutang terus. Ini patut dipertanyakan," katanya.
Menurutnya, peningkatan utang ini akan mewarisi beban kepada rakyat dan pemerintahan pada masa yang akan datang dengan harus membayar cicilan dan bunga. Utang pemerintah sampai dengan akhir Mei 2015 adalah sebesar Rp 2.854 triliun.
Nasril mengingatkan, jumlah utang baru yang dibuat pemerintah merupakan penjumlahan bruto dari total pembiayaan utang yang akan berkonsekuensi terhadap beban pembayaran cicilan dan bunga pada masa yang akan datang.
Nasril menyayangkan dalam keadaan ekonomi sulit sekarang ini pemerintah justru menurunkan target penerimaan negara yang datang dari pajak. Sementara pada sisi lain belanja pemerintah pusat tidak mengalami penurunan.
"Target pemasukan negara dari sektor pajak pada kuartal pertama tahun ini meleset. Keuangan negara lampu kuning kalau pemasukan pajak minim, tapi utang naik terus," ingatnya.
Menurut Nasril, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dan mencabut subsidi beberapa kebutuhan masyarakat seharusnya bisa menghemat APBN. "Kami melihat kinerja pemerintah khususnya di bidang ekonomi dan keuangan belum jelas. Di sektor perdagangan apalagi, ekspor mandek, padahal nilai rupiah sedang turun," katanya.
Hingga Mei 2015, total utang pemerintah pusat tercatat Rp 2.843,25 triliun. Naik Rp 62,28 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya.
Sebagian besar utang pemerintah adalah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Sampai Mei 2015, nilai penerbitan SBN mencapai Rp 2.151,58 triliun (75,7% dari total utang pemerintah). Sementara pinjaman (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp 691,66 triliun (24,3% dari total utang pemerintah). [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA