MBC. Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan mengaku sangat kecewa dengan pernyataan Direktur Utama Angkasa Pura II (AP II), Budi Karya, yang menyebut bersedia melepas kembali pengelolaan Bandara Silangit ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
Pasalnya, Budi menyebut alasan melepas kembali pengelolaan Bandara Silangit ke Kemenhub, karena biaya operasional lebih tinggi dari pendapatan. Jumlah penumpang disebut tidak sampai 100 ribu per tahun.
"Jumat lalu dirut angkasa pura mengeluarkan statemen pengelolaan Bandara Silangit cukup pelik. Selain tak menguntungkan juga ada permasalahan pembebasan lahan. Ini yang membuat saya secara pribadi kesal. Maka saya bilang itu pembohongan publik, mencederai azas keadilan," ujar Nikson di Jakarta.
Selain itu rencana yang dikemukakan Dirut AP II menurut Nikson, tidak sesuai dengan program Nawa Cita Presiden Joko Widodo. Tahun ini menurutnya, pemerintah pusat berencana membangun 15 bandara udara.
"Tapi anehnya bandara yang sudah ada malah dibuang. Padahal anggarannya sudah ada. Dulu kan Bandara Silangit dikelola Kemenhub. Nah karena AP II melihat ada prospek, minta ke Kemenhub untuk menanganinya. Akhirnya tahun 2012 mulai dikelola AP II. Kemudian mulai 2013 sampai 2014 mulai proses pembangunan. Bahkan di 2014, sudah ada anggaran Rp 450 miliar," urainya mempertanyakan.
Nikson menyebut pernyataan Budi sebagai pembohongan publik, karena berdasarkan survei yang ditunjuk AP II, yaitu PT Surveyor Indonesia, jumlah penumpang dapat mencapai satu juta jiwa/tahun, setelah pengembangan bandara dan fasilitas selesai dikerjakan.
Tapi permasalahannya, bagaimana proyeksi tercapai kalau AP II tidak konsisten dalam mengembangkan Bandara Silangit,”katanya
Selain itu, hasil studi Intitut Teknologi Bandung (ITB) yang ditunjuk AP II, kata Nikson, juga memperlihatkan proyeksi kenaikan penumpang dari tahun 2009 hingga 2014, mencapai 700 persen. Bahkan diperkirakan menjadi 100 ribu penumpang/tahun, dengan syarat pengembangan bandara telah selesai dilaksanakan oleh AP II.
Saat ditanya terkait alasan Budi yang menyebut pengembangan sulit, karena terkendala pembebasan lahan, menurut Nikson juga tidak masuk akal. Pasalnya, Pemkab sendiri telah membebaskan lahan sejak tahun 1995-2008 seluas 55 hektar. Kemudian Gubernur juga Sumut juga telah menyerahkan urusan penyelesaian lahan hutan ke Pemkab, seluas 95 hektar.
"Jadi hanya berkisar 42 hektar lagi lahan masyarakat yang perlu dibebaskan. AP II memang melibatkan Pemkab dalam urusan pembebasan lahan, tapi tidak seratus persen. Padahal anggaran yang disediakan bagi AP II, sudah termasuk untuk menyelesaikan lahan. Nah sekarang duitnya ke mana? Kalau dialihkan (untuk pembangunan bandara lain) itu jelas melanggar aturan," terangnya.
Nikson menolak jika disebut Pemkab tidak serius membantu AP II terkait urusan pembebasan lahan.
"Kalau memang sejak awal dikatakan urusan lahan tanggungjawab Pemkab, kami bisa menyiapkannya dari APBD. Jadi jangan seolah-olah pembebasan lahan ini menjadi tanggung jawab kami," ujarnya.
Nikson menilai, jika pengelolaan bandara dikembalikan menjadi bandara perintis, maka proses perekonomian masyarakat di sekitar Danau Toba tidak dapat berkembang. Pasalnya, masyarakat membutuhkan transportasi untuk mengangkut hasil bumi yang begitu melimpah.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA