DPP PDIP harus bertanggungjawab terhadap terkatung-katungnya penyidikan kasus 27 Juli 1996 yang hingga saat ini sudah memasuki usia penyidikan paling lama, yaitu 19 tahun.
"Bayangkan di era reformasi dimana teknologi ITE semakin canggih, dengan praktek penegakan hukum yang katanya menempatkan hukum sebagai panglima, ternyata kasus 27 Juli yang merupakan cikal bakal lahirnya reformasi menjadi korban pertama reformasi itu sendiri," ujar Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, kepada Kantor Berita Politik RMOL (Kamis, 18/6).
Menurut Petrus, hasil penyelidikan dan penyidikan kasus ini hanya berhasil memberi status tersangka kepada Sutiyoso dan lainnya, namun gagal meningkatkannya ke tahap penuntutan. Ini berarti terdapat kolusi kuat di antara orang-orang kuat dalam satu ikatan kolusi, bahkan diduga ada unsur KKN secara permanen dalam satu matarantai untuk saling melindungi.
"Indikator adanya upaya sistimatis dari internal DPP PDIP untuk secara tidak bermartabat menutup upaya penuntasan kasus 27 Juli, dengan tidak adanya kemauan politik, baik dari Megawati Soekarnoputri, baik sebagai pribadi maupun sebagai Ketua Umum DPP," jelasnya.
Para korban peristiwa 27 Juli, lanjutnya, bahkan dipanggil ke Kantor DPP PDIP dan dibujuk untuk menerima uang Rp 10 juta atas nama tali kasih, disertai dengan persyaratan harus menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut kasus 27 Juli, baik secara perdata maupun secara pidana.
"Tidak ada penjelasan tentang sumber uang tali kasih dan berapa besar anggaran untuk tali kasih tetapi dengan syarat menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut secara pidana dan perdata kasus 27 Juli," demikian Petrus. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA