Dari 929 eksportir yang ada di Sumatera Utara, sekitar 33 eksportir diberikan Sanksi Penangguhan Ekspor (SPE). Sementara 97 eksportir diantaranya diberikan sanksi denda.
"Eksportir Migas yang paling banyak melanggar aturan DHE. Hal ini dikarenakan adanya peraturan perusahaan yang sudah berkekuatan hukum dan tidak dapat diganti. Pelanggaran ini terhitung hingga Maret 2015," kata Kepala Tim Advisoring Kantor Bank Indonesia Sumatera Utara, Dadal Anggoro, Rabu (10/6/2016)..
Dadang mengatakan, 33 eksportir yang diberikan sanksi itu, karena sudah melakukan kesalahan beruntun.
"Tidak mudah bagi kami untuk menjatuhkan sanski SPE. Kita sangat berhati-hati dan memberikan teguran dengan surat pemantauan dan juga Sanksi Denda (SD)," ungkapnya.
Dadang menjelaskan, untuk pencabutan SPE sangat mudah, karena tidak seperti saat memberikan SPE.
"Jika perusahaan eksportir telah melengkapi surat maupun dokumen lengkap, maka sanksi dengan satu hari bisa langsung dicabut," jelasnya.
Pencabutan SPE bagi perusahaan, katanya, sangat mudah dilakukan jika perusahaan itu melakukan proses permohonan dengan membuat surat.
"Perusahaan juga harus menyiapkan semua persyaratan yaitu surat-surat transaksi ekspor, transaksi dengan Bank dan lainnya," katanya.
Dijelaskannya Dadang, tingkat ketidak patuhan eksortir di Kota Medan masih tidak terlalu besar, yaitu sekitar 3 persen. "Jika di tempat lain bisa sampai 17 persen yang tidak patuh," akunya.
Ditambahkan Dadang, ada lima komoditi ekspor yang mendominasi dalam melakukan ekspor yaitu CPO, Karet, Camical Produk, Kopi dan Hewan.
"Dari Devisa Hasil Ekspor ada tiga negara penyumbang terbesar DHE Sumut yaitu negara India, Amerika Serikat dan Jepang," pungkasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA