Sejumlah pengetua adat dari Luat (Kawasan) Simangambat, Luat Ujung Batu dan Luat Huristak, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung DPRD Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol, Medan. Kehadiran mereka mewakili masyarakat yang bermukim di kawasan register 40 padang lawas yang segera dieksekusi oleh pemerintah karena disebut sebagai hutan negara.
Dalam RDP tersebut mereka menyampaikan kekhawatiran mengenai kelangsungan hidup setelah mendengar pernyataan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho yang menyatakan lahan tersebut akan dieksekusi tahun ini.
"Ini seperti terompet kiamat bagi kami yang sudah ratusan tahun menggantungkan hidup disana," kata Koordinator adat Luat Ujung Batu, Tongku Dulut Raya Hasibuan, Senin (1/6/2015).
Tongku menjelaskan, hingga saat ini masyarakat yang hidup pada tiga Luat tersebut tetap menolak rencana eksekusi tersebut. Sebab, eksekusi ini menurut mereka sarat dengan kepentingan politik dari oknum-oknum yang ingin meraup keuntungan sendiri dengan merampas pengelolaan lahan tersebut. Mereka akan mempertahankan lahan tersebut dari eksekusi pemerintah.
"Kami akan bertahan meski apapun yang terjadi," sebutnya.
Selama ini menurut Tongku, masyarakat yang tinggal dikawasan tersebut sudah merasakan manfaat dari pola pengelolaan hutan adat yang dilakukan oleh manajemen perusahaan swasta dengna pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pola ini menurut mereka sudah terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan mereka lintas generasi.
"Kenapa tanah adat yang jelas sudah mampu meningkatkan kesejahteraan kami dirampas. Ini bukan untu kepengingan bangsa, kami yakin ada oknum tertentu dibalik ini," jelasnya.
Rencana eksekusi manajemen tanpa mengubah kebijakan terhadap warga yang bermukim pada kawasan tersebut, Tongku mengaku hal tersebut tidak memiliki aturan yang jelas secara hukum. Menurutnya tidak ada eksekusi yang bersifat sebagian dalam istilah hukum, sehingga menurut mereka hal ini hanya wacana dari pemerintah untuk mengelabui masyarakat.
"Kami juga banyak membaca ahli hukum, tidak ada itu yang namanya eksekusi manajemen saja. Itu tetap satu kesatuan produk hukum," sebutnya.
Sementara itu, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Sutrisno Pangaribuan mengatakan keberatan dari masyarakat tersebut akan menjadi bahan pembahasan diinternal mereka yang akan ditindaklanjuti kepada Kementerian Kehutanan, DPR RI, Kejaksaan Agung dan instansi lain. Menurutnya terdapat perbedaa mendasar mengenai luas wilayah yang disebut sebagai kawasan hutan lindung antara pemerintah dengan bunyi putusan eksekusi. Pihak dinas kehutanan sendiri menurutnya mengakui luas lahan yang masuk hutan lindung hanya seluas 3 ribu hektar, selebihnya merupakan hutan produksi.
"Kita saksikan tadi sangat tidak pas, karena masyarakat yang memiliki lahan dan diserahkan ke pak DL, dalam proses perdata masyarakat sudah dimenangkan oleh MA," ungkapnya.
Dalam waktu dekat DPRD Sumut menurutnya akan berkunjung ke Padang Lawas untuk memantau langsung kondisi dilapangan. Mereka juga akan mendatangi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, pihak BPN, Kejaksaan Agung dan instansi lainnya yang berkaitan dengan persoalan tersebut.[rgu]
KOMENTAR ANDA