BUKAN main! Selama delapan bulan ini, lima orang anak muda berstatus mahasiswa bunuh diri. Ada yang gantung diri. Ada yang menenggak racun. Menurut pemberitaan, bunuh diri dilatarbelakangi himpitan ekonomi keluarga, ancaman sanksi drop out (pemberhentian) kampus, dan (konon, katanya) soal hubungan asmara.
Mendengar berita ini, saya jadi teringat pada catatan sejarah bangsa ini. Bangsa yang pendiriannya dirintis oleh orang-orang muda. Orang-orang muda itu berkumpul, berdiskusi dan melancarkan aksi. Sebut saja misalnya, Muhammad Yamin, di usia dua puluh empat tahun mengorganisir Kongres Pemuda di tahun 1926 dan 1928. Lahirlah Sumpah Pemuda. Tak kurang perannya orang-orang muda lain, seperti Sukarno, Syahrir, M.Hatta, Tan Malaka, dan lainnya.
Kalau kita menyimak perkembangan peradaban di berbagai wilayah di dunia, anak muda selalu menjadi motor penggerak utama. Perubahan dan pencapaian kualitas kehidupan masyarakat tak terlepas dari peran anak muda. Anak muda gigih dan bersemangat. Punya pikiran dan tenaga masih segar. Siap menerima kebaharuan yang lebih baik. Bukan anak muda loyo, rapuh dan terombang-ambing keadaan. Bukan pula yang mudah disetir kekuasaan.
Kekhasan apa yang dimiliki anak muda? Anak muda punya bara api semangat di dalam dirinya. Oleh karenanya, anak muda itu sering merasa dahaga. Dahaga akan pengetahuan. Kedahagaan yang mendorong untuk tetap bergerak aktif. Kalau pun bisa, dunia ini akan dijelajahinya dalam satu malam demi pemuasan dahaga itu.
Barangkali saja, anak muda yang (telah) membunuh dirinya itu, mengalami kebuntuan pikiran. Langkah lain tak dilihatnya kecuali bunuh diri. Faktor eksternal (sosial, keluarga, pendidikan formal, dll.) dianggap begitu digdaya untuk melebur kediriannya. Eksistensi individu dijadikan prioritas tambahan (olehnya sendiri) menyusul keutamaan tuntutan sosial sekitar. Padahal kondisi sosial itu tak lebih dari realitas dipersepsikan. Persepsi siapa? Individu itu sendiri.
Setiap orang punya tantangan hidup tersendiri. Tantangan meminta jawaban dan penyelesaian. Ibarat di sekolah, selalu ada ujian. Soal ujian biasanya tak jauh dari materi yang dipelajari. Bilamana lulus ujian, akan ada kenaikan kelas. Naik kelas kehidupan.
Tulisan ini adalah respon saya yang juga bagian dari kelompok anak muda. Menurut saya, keindahan dan keluasan bumi ini terlalu cepat untuk ditinggalkan hari ini. Kalau boleh menyitir, saya akur dengan seorang anak muda-penyair dari puluhan tahun lalu, Chairil Anwar,"Aku mau hidup seribu tahun lagi." [***]
Penulis adalah praktisi simbol & meditasi
KOMENTAR ANDA