Senior Vice Presiden Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) Syuhelmaidi Syukur mengukuhkan KNSR Wilayah Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (23/5/2015).
Pengukuhan KNSR Sumut dengan Ketua Zulham Effendi yang diadakan di Masjid Agung, Jalan Diponegoro ini dihadiri Presiden ACT Ahyuddin dan relawan yang berkomitmen membantu pengungsi Rohingya Myanmar.
Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyuddin menilai, masyarakat Indonesia menyambut baik respon Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memastikan Indonesia menjadi negara untuk membantu pengungsi Rohingya.
"Kita memberi apresiasi kepada Indonesia melalui sikap tanggap Wakil Presiden yang ingin membantu pengungsi Rohingya meski sampai 1.000 jiwa," katanya.
Ahyuddin menilai, urusan sebesar Rohingya tidak cukup menjadi tanggung jawab satu lembaga kemanusiaan, bahkan oleh pemerintah setempat.
"Kita harus bahu membahu untuk menegakkan martabat bangsa.Pemerintah telah menunjukkan keseriusannya, sebagaimana akar rumput seperti nelayan dan warga desa-desa pantai di Aceh Utara dan Aceh Timur. Bagi Masyarakat Relawan Indonesia – lembaga yang juga diinisiasi ACT, JK adalah 'Presiden Kemanusiaan' Indonesia," jelasnya.
Ia menjelaskan, memburuknya perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya, memaksa rakyat Indonesia bersikap. "Pengukuhan KNSR di Medan dan mencakup wilayah Sumatera Utara ini, bagian dari solusi kemanusiaan," ungkapya.
Senior Vice Presiden KNSR Syuhelmaidi Syukur menilai, Myanmar yang dinilai tidak tersentuh hukum internasional, sukses memperlihatkan performanya sebagai negara pelindung gerakan anti muslim.
Ashin Wirathu, Biksu Myanmar yang menyuarakan kebenciannya terhadap Muslim Rohingya, tetap segar bugar di Myanmar tanpa ada kekuatan hukum Myanmar yang menjamahnya meskipun ia sebut Muslim Rohingya sebagai "anjing gila" yang membuatnya tak pernah bisa tidur nyenyak.
"Ini tak bisa dibiarkan di kawasan cinta damai dan berperikemanusiaan seperti Asia Tenggara. Paling tidak, Indonesia harus bersuara sebagai pelopor Konferensi Asia Afrika dan pembela hak-hak bangsa tertindas," ujarnya.
Ia juga mengaku, nobel perdamaian yang disandang Aung San Suu Kyi harus dicabut. "Berpuluh tahun Muslim Rohingya dihabisi, dicabut hak kewarganegaraannya dan dicabut hak hidupnya di Myanmar. Ini tidak masuk akal, sampai menyandang predikat tokoh perdamaian," jelasnya.
Ketua KNSR Sumut Zulham Effendi menegaskan, komite ini merupakan mata rantai masyarakat Indonesia yang disadarkan oleh fakta kemanusiaan yang begitu dahsyat.
Bahwa Indonesia sebagai negara berperikemanusiaan dan berperikeadilan ini, mendapatkan amanah besar menolong sesama manusia yang tak punya apa-apa, datang dalam kondisi memprihatinkan, di wilayah Indonesia.
"Tak soal berapa jumlahnya, kami optimistis, rakyat Indonesia mampu menolong sesama. Kita tidak akan jatuh miskin karena menolong sesama manusia," ungkap Zulham.
Zulham mengaku, KNSR ini dibentuk merupakan lanjutan yang dideklarasikan di Jakarta 19 Mei 2015 lalu. Dengan terbentuknya KNSR Sumut, bertambah lagi KNSR yang dikukuhkan.
Sebelumnya, sudah dikukuhkan KNSR Kota Langsa (21 Mei 2015), KNSR Aceh Timur, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada 22 Mei 2019.
Bersama berbagai elemen masyarakat di Sumut, kata Zulham, KNSR berikhtiar untuk tidak membiarkan Muslim Rohingya menjadi obyek belas kasihan siapapun.
"Memanusiakan Muslim Rohingya, menebus kejahatan kemanusiaan atas pembiaran kezaliman atas mereka selama ini. Kita sudah dengar banyak masyarakat Indonesia ingin mengadopsi anak-anak Rohingya," katanya. [ben]
KOMENTAR ANDA