post image
KOMENTAR
MBC.  Pemerintah Indonesia tetap memakai prinsip non-refoulement dalam menangani pencari suaka dari suku Rohingya asal Myanmar. Prinsip tersebut menyatakan bahwa negara tak akan mengembalikan korban penindasan ke negara asal atau mengusir ke negara lain yang bisa membuat kebebasan atau hidupnya terenggut.

"Kita memang bukan anggota Convention of Refugees 1951 oleh UNHCR (Komisi Tinggi Penanganan Pengungsi PBB). Tapi, kita tetap melakukan penanganan untuk para migran pengungsi," kata Jurubicara Kemenlu Arrmanatha Nasir, kemarin (Sabtu, 16/5).

Persoalan kaum pencari suaka itu memang cukup pelik. Pakar hubungan luar negeri Teuku Rezasyah seperti dikabarakan JPNN menilai, sikap Indonesia soal Rohingya memang mempertaruhkan nama baik negara.

Selama ini Indonesia dinilai sebagai pemimpin di wilayah Asia Tenggara yang menjunjung hak asasi manusia. "Tapi, jumlah yang diterima ternyata teramat besar. Bayangkan, ada sekitar 8 ribu orang yang diperkirakan melakukan eksodus. Dapat biaya dari mana?" tanyanya.

Karena itu, Reza sapaan Teuku Rezasyah menyarankan pemerintah segera mengadakan senior officer meeting untuk membahas penanganan hal tersebut. Rapat itu juga harus mengundang International Organization of Migration (IOM) dan UNHCR agar bisa disepakati secara internasional.

"Harus diadakan secepat mungkin. Kalau mau realistis, tak mungkin Indonesia menghadapi masalah ini sendirian. Baik secara biaya maupun risiko keamanan sosial," tukasnya. [hta/rmol]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas