Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menjerat mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA).
Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, salah satu yang ditelusuri penyidik adalah dugaan pemanfaatan sisa kuota haji bagi jurnalis. Karenanya pada Jumat lalu (8/5), penyidik memeriksa empat orang jurnalis dari beberapa media massa untuk digali keterangannya.
"Mereka dimintai konfirmasi apakah ikut ibadah haji. Kalau ikut apakah pakai jatah PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) atau kegiatan liputan dari media masing-masing," kata Priharsa di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Selasa (12/5/2015).
KPK menduga terjadi penyalahgunaan wewenang oleh SDA selaku Menteri Agama saat itu dengan memberikan kuota PPIH kepada wartawan. Padahal, jatah PPIH yang menggunakan dana APBN diperuntukkan bagi pihak yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan ibadah haji, seperti petugas kesehatan dan lainnya. Sedangkan wartawan tidak termasuk dalam daftar penerima PPIH.
"Kalau liputan itu tugas media masing-masing. Itu salah satu yang sedang ditelusuri," jelas Priharsa.
Selain wartawan, sisa kuota haji juga diduga dimanfaatkan oleh pihak swasta lain. Karena itu, sejauh ini, tidak kurang dari 170 saksi telah diperiksa KPK dalam kasus tersebut.
Sebagian besar saksi merupakan pihak swasta yang diduga mengetahui soal pemanfaatan sisa kuota haji.
"Sudah 170 saksi, rata-rata dari pihak swasta. Mereka diperiksa tentang pemanfaatan kuota sisa haji. Keterangan mereka dibutuhkan untuk penyidikan," demikian Priharsa.
Diketahui, KPK menetapkan SDA sebagai tersangka pada 22 Mei 2014 saat masih aktif menjabat menteri. SDA yang kini mendekam di Rutan KPK cabang Pomdam Guntur Jaya dijadikan tersangka dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013. Dalam pengembangannya, KPK juga mendapati dugaan korupsi yang dilakukan SDA terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2011.
Atas perbuatannya, SDA dijerat pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 junto pasal 65 KUHP.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA