
Koordinator aksi, Rahman mengatakan eksploitasi pasir dan perusakan hutan Mangrove yang dilakukan oleh perusahaan PT Sanghai Hui dan PT Mabar Elektrindo membuat ekosistem menjadi rusak dan membuat lokasi tangkap mereka menjadi tidak produktif.
"Kami meminta agar DPRD turun tangan menyikapi penderitaan kami," katanya, Selasa (12/5/2015).
Rahman menjelaskan, pengerukan pasir dan penebangan hutan Mangrove dilakukan untuk keperluan pembangunan PLTU. Namun efek dari kegiatan tersebut membuat 10 paluh (anak sungai) menjadi tertutup. Padahal, paluh tersebut merupakan tempat ikan, udang dan kepiting bakau berkembang biak.
"Hilangnya ikan, udang dan kepiting tersebut membuat kami kehilangan mata pencaharian," teriak mereka.
Aksi unjuk rasa ini diterima oleh anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS, Burhanuddin Siregar dan Anggota DPRD Sumut dari PDI Perjuangan, Sutrisno. Mereka meminta agar keluhan-keluhan nelayan tersebut dibuatkan dalam bentuk laporan agar dapat pembahasannya dijadwalkan di dewan.
"Kami meminta ini dibuat dalam bentuk laporan, nanti supaya bisa dijadwalkan dalam rapat dengar pendapat (RDP)," ujarnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA