Direktur Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sri Eddy Kuncoro mengatakan upaya penanganan tehadap warga yang menjadi korban erupsi Sinabung harus dilakukan secara komprehensif. Demikian disampaikannya Sabtu (9/5/2015) kepada redaksi.
Menurutnya, saat ini kondisi warga yang menjadi korban dari erupsi tersebut masih memprihatinkan meskipun salah satu solusi yakni relokasi sudah ditetapkan terhadap mereka.
"Salah satu hal yang paling mendesak misalnya air bersih, sampai saat ini warga masih kesulitan memperoleh air bersih," katanya.
Eddy Kuncoro menjelaskan, saat ini para penduduk dari desa-desa yang terletak disekitar Gunung Sinabung masih bertahan pada lokasi-lokasi pengungsian sementara yang terletak di luar perkampungan mereka. Untuk memperoleh air bersih mereka mengandalkan sumber mata air yang terletak di Desa Suka Meriah atau air bersih yang dialirkan melalui pipa ke desa-desa di Kecamatan Payung. Namun pipa-pipa tersebut menurutnya sudah hancur akibat diterjang lahar dingin dan awan panas yang terjadi terus menerus.
Dalam 2 minggu terakhir pihak ACT mengupayakan distribusi air bersih kepada 2.411 KK pengungsi. Namun hal tersebut dipastikan hanya bersifat sementara sembari menunggu solusi jangka panjang. Hal serupa menurutnya masih akan dilanjutkan dan diperkirakan akan menyuplai 20 ribu liter air bersih untuk setiap desa.
"Memprihatinkan, di sini air bersih dan pangan tidak tersedia. Pengungsi setiap saat harus mengupayakannya dengan berbagai cara. Tak elok memperpanjang derita mereka," ungkapnya.
Eddy menjelaskan, lokasi hunian tetap yang dibangun dengan anggaran Tanggap Darurat BNPB dan dikerjakan anggota TNI AD bersama warga, perlu dukungan fasilitas air bersih.
"ACT mewacanakan perlunya merelokasi warga ke area yang tidak terlalu ekstrim mengubah mata pencaharian mereka (rata-rata berkebun/bercocok-tanam). Lokasi yang ditetapkan sebagai area hunian tetap, termasuk sulit ditanami. Baik sekali jika relokasi menetapkan area yang memungkinkan warga kembali bisa berkebun atau bercocok-tanam," jelasnya.
ACT sendiri mempunyai pengalaman dalam mendampingi proses relokasi meski skalanya tak sampai ribuan KK, melainkan hanya sekitar 66 KK masyarakat nelayan korban krisis lingkungan yang bertahun-tahun dirundung problem. Dilokasi baru, para petani tersebut menurutnya kembali menjadi nelayan dan bisa hidup relatif baik hingga saat ini.
"Sebelum proses relokasi besar-besaran terjadi, budaya dan pencaharian perlu menjadi bahan pertimbangan. Maka solusi jangka menengah dari ACT, mencoba menyiapkan Integrated Community Shelter atau hunian sementara terintegrasi. Di sini berbagai proses pemulihan bertahap bisa dilakukan. Kita bersatu memberi solusi komprehensif," demikian Eddy.[rgu]
KOMENTAR ANDA